Ilustrasi. Foto: Medcom.id.
Jakarta: Peneliti dari Changchun Veterinary Research Institute, yang dipimpin oleh Hongbo Bao, tengah menyoroti kemunculan jenis baru virus flu yang disebut Influenza D Virus (IDV). Virus itu diduga telah beradaptasi hingga mampu menular antarmanusia.
Berdasarkan laporan yang dilansir dari The Sun, awalnya IDV hanya menyerang hewan ternak, terutama sapi. Namun, virus tersebut terus berevolusi selama penularan dari manusia ke manusia.
“Temuan kami menunjukkan bahwa IDV mungkin telah memperoleh kemampuan untuk menular dari manusia ke manusia selama proses evolusinya yang terus berlangsung. Varian IDV yang beredar saat ini berpotensi menjadi ancaman panzootic—setara dengan pandemi pada manusia,” tulis para peneliti dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 21 Oktober 2025.
Virus ini pertama kali terdeteksi pada 2011 pada seekor babi yang menunjukkan gejala seperti flu di Oklahoma, Amerika Serikat. Sejak itu, diketahui bahwa sapi merupakan inang utama virus tersebut dan menjadi sumber penularan potensial bagi para pekerja peternakan.
“Dalam beberapa tahun terakhir, IDV sering muncul diam-diam di negara atau benua baru tanpa menunjukkan gejala yang jelas,” tulis para peneliti.
Mereka menambahkan, virus ini telah terdeteksi di Eropa, Amerika Utara dan Selatan, Asia, hingga Afrika. Virus tersebut juga menginfeksi kambing, domba, kuda, unta, serta anjing.
“Hal ini menimbulkan kekhawatiran apakah IDV telah mengalami peningkatan kemampuan infeksi dan penularan,” kata mereka.
Tim peneliti kemudian meneliti strain IDV bernama D/HY11 yang muncul pada sapi di timur laut Tiongkok pada 2023. Mereka menguji kemampuan virus ini untuk bereplikasi serta menilai tingkat infektivitasnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa virus dapat menular melalui beberapa cara. Di antaranya, melalui udara maupun kontak langsung antar hewan.
Para peneliti juga menguji risiko penularan pada manusia serta efektivitas obat flu yang umum digunakan dalam menghadapi IDV. Dari analisis laboratorium, varian D/HY11 terbukti mampu bereplikasi di sel saluran napas manusia dan jaringan hewan, menimbulkan kekhawatiran bahwa virus ini mungkin sudah menyebar di kalangan manusia.
Ilustrasi sapi. Foto: Medcom.id.
Hasil pemeriksaan terhadap sampel darah yang disimpan menunjukkan bahwa 74 persen penduduk di timur laut Tiongkok pernah terpapar virus ini, menandakan adanya penularan dari hewan ke manusia.
Angka tersebut meningkat hingga 97 persen pada orang dengan gejala gangguan pernapasan. Namun, hingga kini masih belum diketahui apakah penularan tersebut terjadi antarmanusia atau merupakan infeksi terpisah dari hewan.
“Secara keseluruhan, kemungkinan besar wabah IDV telah berkembang menjadi masalah yang sedang berlangsung bagi ternak maupun manusia,” tulis para peneliti.
Peneliti menyampaikan, infeksi IDV disebut tak bergejala. “Infeksi tanpa gejala yang tidak terdeteksi mungkin berperan penting dalam penularan, secara diam-diam mempertahankan epidemi di tingkat populasi," tulis peneliti.
Dalam studi tersebut, peneliti menambahkan virus di sel anjing dan manusia, lalu mengujinya pada sel yang dirancang menyerupai lapisan saluran pernapasan manusia, sapi, babi, dan anjing. Virus terbukti mampu menginfeksi dan berkembang biak secara efisien pada semua jenis sel tersebut.
Selanjutnya, peneliti menginfeksi tikus dan anjing untuk menilai tingkat keparahan penyakit serta penyebarannya ke berbagai organ, termasuk otak.
Mereka juga menguji pada musang (ferret), hewan model standar dalam penelitian penularan flu pada manusia. Hasilnya, virus dapat menyebar dari musang yang terinfeksi ke musang sehat melalui udara tanpa kontak langsung—sifat yang menunjukkan potensi penularan antar manusia.
Tim juga menguji efektivitas obat antivirus yang ada terhadap D/HY11. Obat generasi baru seperti baloxavir, yang menargetkan kompleks polimerase virus atau mesin replikasi internalnya, terbukti lebih efektif.
Namun, virus ini resisten terhadap beberapa obat flu umum lainnya. Aktivitas polimerase D/HY11 yang tinggi diduga berkaitan dengan efisiensi penularannya antarmamalia.
Untuk memastikan seberapa luas paparan virus, peneliti menganalisis sampel darah dari 612 sukarelawan di timur laut Tiongkok yang dikumpulkan antara 2020 hingga 2024.
Hasilnya menunjukkan hampir tiga perempat responden, baik dari wilayah perkotaan maupun pedesaan, memiliki antibodi terhadap D/HY11—menandakan paparan yang meluas. Angka ini jauh lebih tinggi pada mereka yang pernah mencari pengobatan karena gejala pernapasan.
“Temuan ini membuka kemungkinan adanya penularan terselubung pada manusia dengan infeksi ringan atau tanpa gejala oleh varian D/HY11 dan virus-virus sejenis yang baru muncul,” tulis tim riset.