Penyaluran Kredit Lesu, OJK Desak Bank Permudah UMKM Dapat Pinjaman

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa keuangan (OJK) Dian Ediana Rae. Foto: Dok istimewa

Penyaluran Kredit Lesu, OJK Desak Bank Permudah UMKM Dapat Pinjaman

Husen Miftahudin • 15 September 2025 14:05

Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendesak industri perbankan dan Lembaga Keuangan Nonbank (LKNB) untuk memberikan kemudahan akses pemberian kredit atau pembiayaan UMKM yang mudah, tepat, cepat, murah, dan inklusif dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.
 
Hal itu ditekankan dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (POJK UMKM) sebagai upaya semakin memberdayakan UMKM guna meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
 
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan penerbitan POJK UMKM ini juga sejalan dengan Asta Cita Pemerintah untuk meningkatkan jumlah lapangan kerja, mempercepat pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan sebagai agenda prioritas.
 
"Dengan diberlakukannya POJK ini, Bank dan LKNB diharapkan dapat menghadirkan pendekatan yang lebih inovatif untuk menyediakan produk keuangan sesuai kebutuhan setiap segmen UMKM. Mulai dari usaha mikro dan ultra mikro yang membutuhkan akses cepat dan mudah, hingga usaha kecil dan menengah yang memerlukan layanan lebih kompleks dan beragam," jelas Dian dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 15 September 2025.
 
Diakui Dian, desakan kepada industri perbankan dan LKNB untuk mempermudah para pelaku UMKM mendapatkan pinjaman karena melihat pertumbuhan kredit UMKM yang lesu.
 
Berdasarkan data OJK per Juli 2025, kredit yang disalurkan secara keseluruhan mencapai Rp8.043,2 triliun, tumbuh 7,03 persen (yoy). Khusus untuk kredit UMKM mencapai Rp1.496,93 triliun atau hanya tumbuh 1,82 persen, melambat dari pertumbuhan Juni yang mencapai 2,18 persen (yoy).
 
Melalui aturan ini, OJK mendukung program pemerintah dalam memperluas akses keuangan, mendorong inovasi pembiayaan berbasis digital, serta memastikan tata kelola yang sehat dalam pembiayaan UMKM sehingga UMKM dapat semakin berdaya saing dan berkontribusi signifikan dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
 
Dengan terbitnya POJK UMKM, OJK menegaskan dukungannya agar UMKM dapat semakin berdaya saing dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Melalui kolaborasi sektor jasa keuangan, pemerintah, dan dunia usaha, aturan ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem pembiayaan UMKM yang lebih sehat, inklusif, dan berkelanjutan.
 

Baca juga: Rincian Dana Rp200 Triliun yang Disalurkan ke 5 Bank Himbara


(Ilustrasi. Foto: dok MI)
 

Dorong kebijakan

 
Dalam POJK ini Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank (LKNB) diwajibkan memberikan kemudahan akses pembiayaan melalui berbagai kebijakan, antara lain:
 
  1. Kebijakan khusus penyaluran pembiayaan, seperti penyederhanaan persyaratan atau kemudahan penilaian kelayakan UMKM.
  2. Skema pembiayaan khusus sesuai karakteristik usaha, termasuk penerimaan jaminan berupa kekayaan intelektual dengan mempertimbangkan ekosistem dan metode penilaian yang memadai.
  3. Percepatan proses bisnis, misalnya melalui penggunaan Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA).
  4. Penetapan biaya pembiayaan yang wajar bagi UMKM.
  5. Bentuk kemudahan lain yang diinisiasi otoritas atau pemerintah.
 
Selain aspek kemudahan, POJK UMKM juga menekankan penerapan tata kelola dan manajemen risiko dalam pembiayaan UMKM. Setiap Bank dan LKNB diwajibkan menyusun rencana penyaluran pembiayaan kepada UMKM serta menyampaikan realisasinya kepada OJK.
 
POJK ini juga mengatur:
  • Kolaborasi dan kemitraan antarlembaga jasa keuangan dan pihak terkait.
  • Pemanfaatan teknologi informasi untuk memperkuat ekosistem digital pembiayaan UMKM.
  • Penegasan ketentuan hapus buku dan/atau hapus tagih dalam pembiayaan UMKM.
  • Peningkatan literasi keuangan dan pelindungan konsumen bagi UMKM.
  • Insentif bagi Bank dan LKNB yang aktif memberikan kemudahan akses pembiayaan.
 
POJK yang diundangkan pada 2 September 2025 ini mulai berlaku dua bulan sejak diundangkan dan berlaku bagi bank umum, BPR (termasuk bank umum syariah dan BPR syariah) dan Lembaga Keuangan Non Bank konvensional dan syariah.
 
Diketahui, LKNB terdiri dari perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (pindar), perusahaan pergadaian; dan LKNB lainnya (seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI dan PT Permodalan Nasional Madani/PNM).

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)