Ilustrasi barang ekspor. Foto: Dokumen Kemenkeu
Jakarta: Pengusaha mendorong pemerintah untu revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).
Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryadi Sasmita menjelaskan, kebijakan DHE yang sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun perlu dievaluasi. Sebab, dianggap tidak efektif dalam implementasinya meski bertujuan untuk memperkuat cadangan devisa serta fungsi stabilitas nilai tukar rupiah.
"Kami melihat PP No 36/2023 kurang efektif dalam tahapan implementasi jika tujuannya untuk memperkuat nilai tukar rupiah," kata dia dalam keterangan resmi, dilansir Media Indonesia, Kamis, 16 Januari 2025.
Ilustrasi dolar AS. Foto: MI/Rommy Pujianto
Sektor swasta juga masih terus menghadapi tantangan
Suryadi menyebut dalam setahun terakhir rupiah masih terus menghadapi pelemahan. Selain itu, sektor swasta juga masih terus menghadapi tantangan terhadap arus kas operasional perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
"Terlebih lagi, tidak seluruh perusahaan juga dapat memperoleh kemudahan kredit perbankan domestik sehingga mencari pendanaan dari luar negeri," ujar dia.
Suryadi menjelaskan berbagai perusahaan yang turut terdampak oleh kewajiban yang terdapat dalam aturan PP No 36/2023 itu menghadapi banyak tantangan dalam mengatur operasional usaha dan kesehatan arus kas perusahaan.
Selain kewajiban DHE, sejumlah perusahaan dikatakan juga memiliki kewajiban dalam membayar pajak, royalti, serta beban usaha lainnya sehingga menekan margin keuntungan (margin of profitability).
Kadin Indonesia serta para asosiasi dunia usaha berharap agar revisi kebijakan dan aturan terkait DHE nantinya tidak memberatkan para eksportir, terlebih terdapat usulan untuk menaikkan DHE dari 30 persen menjadi 50 persen atau 75 persen dalam satu tahun, sehingga memberatkan arus kas perusahaan.
"Jika kebijakan ini terus dilakukan, kami melihat kontribusi sektor swasta terhadap perekonomian nasional akan menurun, dampaknya juga akan dirasakan oleh pemerintah," ungkap dia.
Kadin mendorong pemerintah mempertimbangkan pengecualian bagi eksportir yang telah memenuhi kewajiban pajak dan mengonversikan devisa ke dalam rupiah.
Tak hanya Kadin, asosiasi yang mendukung revisi PP No 36/2023 itu antara lain Indonesian Mining Association (IMA), Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI-ICMA), Rumah Sawit Indonesia, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), dan Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian Iron & Steel Industry Association/IISIA).