Krisis Keuangan 2024, Presiden Baru Bakal Langsung Dapat Tugas Berat

Ilustrasi. Foto: Dokumen Kementerian Keuangan

Krisis Keuangan 2024, Presiden Baru Bakal Langsung Dapat Tugas Berat

Fetry Wuryasti • 29 October 2023 14:56

Jakarta: Dalam suasana ketegangan mata uang dolar AS yang terus menguat terhadap rupiah, dan prospek kondisi ini akan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, pemerintahan pascahasil pemilihan presiden 2024 harus siap menghadapi permasalahan ekonomi serius.
 
Beberapa ekonom pun mulai memperingatkan tentang potensi krisis keuangan yang mengintai. Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menjelaskan situasi ekonomi saat ini tidak dalam kondisi yang baik. Sebab, ancaman krisis masih ada, terutama yang diperkirakan akan berlanjut hingga pertengahan 2024.
 
"Artinya, calon presiden dan wakil presiden yang terpilih dalam pemilihan presiden tahun 2024 akan menghadapi tantangan berat dalam mengelola ekonomi," kata Awalil dalam diskusi daring Narasi Institute, dikutip Minggu, 29 Oktober 2023.
 
Saat ini, masuknya modal asing telah menurun, cadangan devisa (cadev) terus menyusut akibat langkah moneter untuk menahan pelemahan rupiah, dan kemampuan fiskal pemerintah dianggap kurang memadai.
 
Dia menjelaskan, apabila krisis pangan dan energi masih terus melanda dunia dan nilai tukar rupiah semakin melemah, maka kemungkinan tidak ada pilihan selain mengambil utang, terlepas dari siapa pun presidennya.
 
"Modal asing ramai meninggalkan Indonesia, terutama dari portofolio saham. Ini kenyataan yang sulit untuk disangkal," kata Awalil.
 
Transaksi finansial seperti investasi langsung, portofolio, dan investasi lainnya selama bertahun-tahun cenderung mencatat surplus atau kelebihan masuk uang. Bahkan saat pandemi covid-19 melanda pada 2020 dan 2021, surplus tetap ada meski menurun.
 
Namun, segalanya berubah pada 2022. Transaksi finansial mulai defisit untuk pertama kalinya sejak 2009, dengan jumlah mencapai USD8,33 miliar, menjadi rekor defisit terbesar dalam dua dekade terakhir.
 
Pada kuartal II-2023, investasi portofolio yang keluar Indonesia terus berlanjut, mencapai USD8,47 miliar. Investasi lainnya selama semester I-2023 juga defisit sebesar USD9,02 miliar, melanjutkan tren defisit pada 2022 yang mencapai USD14,72 miliar.
 
Merujuk pada perkembangan indikator stabilitas nilai Rupiah Bank Indonesia, tercatat aliran modal asing pada minggu ke-IV Oktober 2023, berdasarkan data transaksi 23-26 Oktober 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp1,04 triliun terdiri dari beli neto Rp2,18 triliun di pasar SBN, jual neto Rp2,57 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,44 triliun di SRBI.
 
Selama 2023, berdasarkan data setelmen sampai dengna 26 Oktober 2023, asing membeli neto Rp47,14 triliun di pasar SBN, jual neto Rp11,11 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp11,80 triliun di SRBI.

Baca juga: Waspada! Ketidakpastian Ekonomi Masih akan Berlangsung Satu Dekade ke Depan
 

Angka cadangan devisa sudah mulai kritis

 
Awalil juga mengkritik pernyataan Bank Indonesia (BI) yang sering mengklaim cadangan devisa (cadev) masih dalam keadaan aman. Menurut laporan BI, cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2023 mencapai USD134,9 miliar, setara dengan Rp2.117,93 triliun.
 
Angka ini turun dibandingkan dengan cadangan devisa pada akhir Agustus 2023 yang mencapai USD137,1 miliar, setara dengan Rp 2.152,47 triliun.
 
Menurut dia, dengan cadev Indonesia pada September 2023 hanya mencapai USD128 miliar, dan merupakan posisi terendah dalam tujuh tahun terakhir. Sebab, pada Agustus 2021, IMF memberikan Special Drawing Rights (SDR) sebesar USD4,46 miliar SDR, setara dengan USD6,5 miliar.
 
Pemberian SDR oleh IMF ini, menurutnya, tidak terkait dengan kinerja transaksi internasional yang biasa, tetapi secara akuntansi dicatat sebagai utang BI kepada IMF dan masuk dalam statistik Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia.
 
Ekonom senior Didin S Damanhuri memandang kinerja nilai tukar rupiah yang mendekati Rp16 ribu per USD, merupakan hal yang terjadi bersamaan dengan pelemahan mata uang di negara-negara lain.
 
Namun, pelemahan rupiah bisa berdampak pada kelompok masyarakat bawah terkait dengan penurunan daya beli, akan produk-produk berbahan baku impor yang naik harganya.
 
Risikonya, apabila harga-harga naik, bisa merambat pada inflasi volatile food, meski masih terkendali pada 3,6 persen (yoy) di September 2023, masih di rentang sasaran Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) yakni pada kisaran tiga sampai lima persen.
 
Didin juga menyoroti kondisi Indonesia yang menghadapi tahun politik. Dia mencatat ada tanda-tanda ketidakdemokratisan dalam proses politik, terutama dalam konteks Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kontroversial.
 
Situasi tersebut, berpotensi untuk memicu gejolak sosial dan politik. Ini dapat menjadi faktor yang tidak kondusif untuk ekonomi Indonesia, dan mempengaruhi sentimen investor. "Situasi politik ini tentu sangat berakibat terhadap kondisi perekonomian," tutur Didin.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)