Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said. Medcom.id/Fachri
Jakarta: Masyarakat sipil diminta solid untuk menggalang konsolidasi untuk mengembalikan demokrasi pada jalan yang benar. Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said mengatakan ada kekhawatiran bersama mengenai rusaknya demokrasi serta kepemimpinan di Indonesia.
Sudirman juga menyampaikan pihak yang akan menjadi pemenang pemilu akan mengkooptasi kekuasaan dengan mengajak masuk partai-partai dalam pemerintahan agar tidak menjadi oposisi.
"Ada satu perbincangan di luar seolah-olah yang akan dilakukan adalah mengajak seluruh partai dalam koalisi besar, kemudian menyisakan satu-dua (partai) itu bukan pikiran yang sehat untuk menjaga demokrasi. Saya berharap yang menang memerintah tapi yang kalah menjadi penyeimbang," ujar Sudirman dalam diskusi di Jakarta, Sabtu, 2 Maret 2024.
Sudirman menyebut, saat ini telah terjadi kooptasi kekuatan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya presiden telah mengonsolidasikan bukan hanya kekuatan eksekutif, tapi mencoba mengontrol legislatif dengan mengurangi oposisi, serta mengontrol yudikatif.
"Dan ini memang membahayakan situasi (demokrasi)," imbuhnya.
Sudirman menjelaskan sudah waktunya mengonsolidasikan kekuatan untuk menjaga demokrasi di luar kompetisi elektoral kemarin. "Saya mulai diskusi dengan berbagai pihak supaya merajut semua kekuatan baik peserta pemilu ataupun yang tidak ikut pemilu masyarakat sipil," ungkapnya.
Sementara itu, Sandra Moniaga menyakini banyak orang-orang yang prodemokrasi tidak hanya masyarakat sipil, tetapi juga di kepolisian, di jajaran aparatur sipil negara (ASN) dan militer. Namun, Sandra menuturkan mereka selama ini diam karena ada kekhawatiran. Oleh karena itu, gerakan konsolidasi prodemokrasi menurutnya perlu dipimpin.
Sandra juga menyebut pemilu saat ini sangat berbeda dengan era Orde Baru. Saat Orde Baru, Sandra mengatakan sudah dapat diperkirakan partai yang menjadi pemenang dan siapa yang akan menjadi presiden.
"Kita dulu tahu ada berbagai kecurangan tapi baru kali ini saya melihat depan mata seorang yang namanya presiden ikut turun tangan. Zaman Presiden Soeharto PNS enggak boleh kampanye dia juga enggak kampanye. Meskipun kita tahu siapa yang menang. Golkar," tutur Sandra.
Sudirman menegaskan bahwa demokrasi sudah menjadi kesepakatan bersama. Masyarakat, masih percaya partai politik sebab pelaku utamanya dari demokrasi adalah parpol. Parpol, sambung Sudirman dapat menunjukkan kesungguhan mereka memihak atau tidak pada suara rakyat melalui keputusan melanjutkan atau tidak hak angket dugaan kecurangan pemilu.
"Kita tidak boleh apriori pada parpol dan mari kita buktikan apakah parpol-parpol itu betul-betul berpihak pada suara rakyat. Dalam keputusan soal hak angket itu akan muncul. Tapi ada yang penting seperti masyarakat sipil," ucap Sudirman.
Ia juga menegaskan bahwa orang-orang yang punya ketokohan mulai masuk dalam gelombang baru yang ia sebut sebagai trek kedua. Trek pertama adalah trek elektoral yang melihat pemilu sebagai jalan perbaikan.
"Dari hasil yang diperoleh kelihatannya ini akan berbeda dari yang kita pikirkan. Kita tentu harus masuk ke trek yang lain untuk menjaga demokrasi," tukasnya.
Dalam trek kedua, menurut Sudirman eksponen dari kubu calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 dan 3 akan semakin sering melakukan konsolidasi. Sebab, ada kepentingan yang lebih besar yakni memperjuangkan demokrasi.