Ilustrasi. Foto: Freepik.
Media Indonesia • 21 December 2023 15:48
Jakarta: Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat dari 3,0 persen di tahun ini menjadi 2,8 persen pada 2024. Perlambatan itu dipengaruhi oleh sejumlah risiko yang diperkirakan masih membayangi laju perekonomian global meski ketidakpastian di pasar keuangan mulai melandai.
"Perekonomian dunia melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan yang mulai mereda. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan
ekonomi global 2023 sebesar 3,0 persen dan melambat menjadi 2,8 persen pada 2024," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis, 21 Desember 2023.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian BI, lanjutnya, perekonomian Amerika Serikat dan India pada 2023 diperkirakan akan membaik. Namun di saat yang sama, perekonomian Tiongkok diperkirakan bakal melemah disebabkan oleh konsumsi rumah tangga dan investasi yang tumbuh terbatas.
Inflasi di sejumlah negara maju juga menunjukkan penurunan, namun masih berada dalam level yang cukup tinggi. Itu turut menjadi sebab masih tingginya kebijakan suku bunga acuan di negara-negara tersebut.
"Suku bunga kebijakan moneter, termasuk Fed Fund Rate diperkirakan telah mencapai puncaknya, namun masih akan bertahan tinggi dalam waktu yang lama,
higher for longer," kata Perry.
Baca juga: Pede Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh hingga 5,5% di 2024">BI Pede Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh hingga 5,5% di 2024
Arus modal ke negara berkembang mengalir
Namun imbal hasil (yield) surat berharga Amerika Serikat (US Treasury) mulai menunjukkan penurunan meski masih berada di level yang tinggi. Hal itu, kata Perry, sejalan dengan premi risiko jangka panjang, terkait besarnya pembiayaan fiskal dan utang pemerintahan Negeri Paman Sam.
Arah kebijakan moneter yang mulai menunjukkan kejelasan disebut bakal menurunkan ketidakpastian pasar keuangan global. Hasilnya, aliran modal ke
negara-negara berkembang termasuk Indonesia mulai kembali mengalir.
"Ke depan, sejumlah risiko dapat kembali meningkatkan ketidakpastian perekonomian dunia, di antaranya masih berlanjutnya ketegangan politik, pelemahan ekonomi di sejumlah negara, termasuk Tiongkok, serta masih tingginya suku bunga kebijakan moneter dan
yield obligasi di negara maju," tutup Perry.
(M ILHAM RAMADHAN)