Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: MI
Jakarta:
Bank Indonesia menyatakan posisi rupiah hingga 19 Juni 2024 masih terjaga meski sempat tertekan 0,70 persen secara point to point (ptp), setelah pada Mei 2024 menguat 0,06 persen (ptp) dibandingkan dengan nilai tukar akhir bulan sebelumnya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah tersebut dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan FFR, penguatan mata uang dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik.
"Stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga sesuai dengan komitmen kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia," kata Perry dalam konferensi pers, Kamis, 20 Juni 2024.
Dari faktor domestik, dia juga menjelaskan, tekanan pada rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
Dengan perkembangan itu, nilai tukar rupiah melemah 5,92 persen dari level akhir Desember 2023, lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, Baht Thailand, Peso Meksiko, Real Brazil, dan Yen Jepang masing-masing sebesar 6,78 persen, 6,92 persen, 7,89 persen, 10,63 persen, dan 10,78 persen.
Perry menyampaikan, kedepannya, nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah, serta didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
"Bank Indonesia terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter termasuk peningkatan intervensi di pasar valas serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI," tutur dia.
Bank Indonesia lanjut dia juga akan memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.