Direktur Diplomasi Publik Kemlu RI, Ani Nigeriawati. Foto: Metrotvnews.com
Muhammad Reyhansyah • 27 November 2025 16:21
Jakarta: Kementerian Luar Negeri RI resmi membuka kembali Dialog Lintas Agama dan Lintas Budaya (DLALB) Indonesia–Uni Eropa di Jakarta, Kamis, 27 November 2025, setelah vakum selama 13 tahun.
Pengaktifan kembali forum ini diputuskan dalam Indonesia–EU Human Rights Dialogue 2024, menyusul kebutuhan mendesak untuk memperkuat toleransi, moderasi beragama, dan pemahaman lintas budaya di tengah meningkatnya tantangan global.
Direktur Diplomasi Publik Kemlu RI, Ani Nigeriawati, menegaskan bahwa kebangkitan dialog ini menjadi momentum penting bagi hubungan kedua pihak.
“Kami percaya bahwa dialog interfaith dan intercultural sangat penting untuk konektivitas masyarakat kita, untuk berbagi pengertian tentang koeksistensi damai, dan juga latihan moderasi agama di Indonesia,” ujarnya dalam sesi doorstop.
Ia menekankan bahwa Indonesia dan Uni Eropa memiliki nilai yang sejalan dalam merawat keberagaman dan menjaga harmoni sosial.
Dialog yang berlangsung hingga 1 Desember ini diselenggarakan di Jakarta dan Yogyakarta, dengan menghadirkan pembicara dari Indonesia, Jerman, dan Prancis.
Panel pertama hari ini menghadirkan Staf Khusus Menteri Agama Farid Saenong, Ketua MUI Bidang Lingkungan Hidup Hayu Prabowo, serta pegiat budaya Inayah Wahid. Mereka membahas tiga isu utama: koeksistensi damai lintas agama, peran aktor non-negara berbasis agama dalam perlindungan lingkungan, serta kontribusi perempuan dalam dialog lintas budaya.
Ani menjelaskan bahwa banyak aspek global membuat dialog semacam ini menjadi relevan kembali.
“Tiga belas tahun berlalu membawa banyak perubahan, namun satu hal tetap sama: Indonesia masih menjadi role model yang dilihat negara lain dalam mempraktikkan harmoni dan toleransi,” kata Ani.
Menurutnya, dunia tengah menghadapi tekanan identitas dan meningkatnya polarisasi, sehingga forum yang mempromosikan mutual understanding menjadi jauh lebih penting.
Sebagai bagian dari program, delegasi juga akan mengunjungi Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta melalui terowongan silaturahim yang menghubungkan kedua rumah ibadah tersebut. Di Yogyakarta, peserta diajak menyaksikan berbagai bentuk keragaman Indonesia, sebagai contoh nyata pluralisme yang hidup. Ani menyebut rangkaian kunjungan ini sebagai bagian dari diplomasi publik untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai model kehidupan antarumat beragama yang damai.
“Mutual understanding ini tetap harus terus dipertahankan, karena itu adalah basis bagi kita untuk terus mempromosikan perdamaian di dunia,” pungkas Ani.