Lebih dari 1.000 Warga Sipil Sudan Tewas saat RSF Rebut Kamp Pengungsi Zamzam

Pemimpin Rapid Support Force (RSF) Mohammed Hamdan Dagalo. Foto: Anadolu

Lebih dari 1.000 Warga Sipil Sudan Tewas saat RSF Rebut Kamp Pengungsi Zamzam

Fajar Nugraha • 19 December 2025 05:54

Zamzam: Lebih dari 1.000 warga sipil tewas selama tiga hari serangan oleh Rapid Support Force (RSF) paramiliter Sudan di kamp pengungsi Zamzam pada April. Hal ini dilontarkan oleh PBB pada Kamis 18 Desember 2025 dan menuntut penyelidikan kejahatan perang.

Sebuah laporan dari kantor hak asasi manusia PBB mengatakan telah mendokumentasikan pembunuhan massal, kekerasan seksual, penyiksaan, dan penculikan yang dilakukan selama serangan brutal oleh RSF, yang telah memerangi tentara reguler Sudan sejak 2023.

Kantor hak asasi manusia tersebut "mendokumentasikan pembunuhan setidaknya 1.013 warga sipil" dalam serangan itu antara 11 dan 13 April, kata laporan itu, menambahkan bahwa mereka juga telah mengkonfirmasi bahwa "setidaknya 319 orang dieksekusi tanpa pengadilan".

"Beberapa dibunuh di rumah mereka selama penggeledahan rumah ke rumah oleh RSF; yang lain dibunuh di pasar utama, di sekolah, fasilitas kesehatan, dan masjid," kata kantor itu dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AFP, Jumat 19 Desember 2025.

“Lebih dari 400.000 penduduk kamp pengungsi internal (IDP) kembali mengungsi akibat serangan tersebut,” tambah pernyataan itu.

Serangan itu merupakan bagian dari upaya pasukan paramiliter untuk merebut kota El-Fasher, benteng terakhir tentara di wilayah Darfur barat, yang direbut RSF pada akhir Oktober di tengah laporan tentang pembunuhan massal, kekerasan seksual, penculikan, dan penjarahan.

"Pembunuhan warga sipil atau orang (di luar) pertempuran yang disengaja seperti itu dapat dianggap sebagai kejahatan perang berupa pembunuhan," kata kepala hak asasi manusia PBB, Volker Turk, dalam pernyataan tersebut.

"Harus ada penyelidikan yang tidak memihak, menyeluruh, dan efektif terhadap serangan di kamp pengungsi internal Zamzam, dan mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran serius hukum internasional harus dihukum dalam proses yang adil,” imbuh Turk.

Laporan tersebut, yang muncul dua hari setelah studi Universitas Yale yang menemukan bahwa RSF menghancurkan dan menyembunyikan bukti pembunuhan massal yang mereka lakukan setelah menguasai El-Fasher, juga merinci pola kekerasan seksual.

Kantor HAM PBB tersebut mengatakan telah mendokumentasikan setidaknya 104 korban –,75 perempuan, 26 anak perempuan, dan tiga anak laki-laki,– yang diserang antara 11 April dan 20 Mei, sebagian besar dari kelompok etnis Zaghawa.

Mereka "dikenai kekerasan seksual yang mengerikan, termasuk pemerkosaan dan pemerkosaan berkelompok, dan perbudakan seksual, baik selama serangan terhadap kamp maupun di sepanjang jalur keluar", kata kantor tersebut.

"Temuan yang terkandung dalam laporan ini merupakan pengingat yang jelas tentang perlunya tindakan segera untuk mengakhiri siklus kekejaman dan kekerasan," kata Turk.

"Dunia tidak boleh hanya duduk diam dan menyaksikan kekejaman seperti itu menjadi hal yang biasa di Sudan,” pungkas Turk.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Fajar Nugraha)