Despian Nurhidayat • 7 October 2025 12:33
Jakarta: Akademisi asal Aceh dari Universitas Cipta Mandiri, Riska Riani, menilai Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah strategis. Terutama, dalam memperluas kesetaraan akses pendidikan sekaligus memperbaiki status gizi anak-anak Indonesia.
Menurut Riska, pemenuhan gizi di usia emas (golden age) merupakan faktor fundamental dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia.
“Intervensi gizi pada masa tumbuh kembang awal menjadi pondasi utama bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia di masa depan,” ujar Riska dalam keterangan tertulis, Selasa, 7 Oktober 2025.
Ia menegaskan bahwa program MBG bukan hanya kebijakan penyediaan makanan gratis, melainkan bentuk investasi jangka panjang dalam menciptakan generasi yang sehat, cerdas, dan berdaya saing global.
“Asupan gizi yang cukup membentuk dasar kecerdasan anak. Program ini membuka kesempatan yang sama bagi siswa di kota maupun pelosok untuk tumbuh sehat dan berprestasi,” kata Riska.
Riska menjelaskan, asupan nutrisi yang seimbang berpengaruh langsung terhadap kemampuan kognitif, konsentrasi belajar, dan daya tahan tubuh anak, yang semuanya berdampak pada capaian akademik.
Program MBG yang mulai dilaksanakan pada awal 2025 telah menunjukkan hasil konkret di sejumlah daerah, termasuk Aceh. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Banda Aceh, sebanyak 3.478 porsi makanan bergizi telah disalurkan ke 13 sekolah dari jenjang TK hingga SMA, serta kepada ibu hamil, menyusui, dan balita.
Sementara di Aceh Barat, program ini telah menjangkau 1.360 siswa di bawah binaan Kementerian Agama, sedangkan di Aceh Timur, distribusi perdana mencapai 3.497 paket makanan di delapan sekolah dengan pengawasan langsung aparat TNI untuk menjamin kualitas dan ketepatan distribusi.
“Masyarakat Aceh sangat merasakan manfaatnya. Banyak orang tua terbantu, dan pelaksanaan di lapangan berjalan baik,” ujar Riska.
Makan bergizi/Ilustrasi/Istimewa
Secara nasional, pemerintah mencatat lebih dari 3 juta penerima manfaat MBG hingga kuartal pertama 2025, dengan target peningkatan menjadi 15 juta penerima di akhir tahun dan 82,9 juta penerima pada 2029.
“Angka tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah membangun generasi Indonesia yang sehat dan tangguh melalui kebijakan berbasis gizi dan pendidikan,” tambah Riska.
Riska menilai, dalam jangka panjang program MBG mampu memperkuat pemerataan akses pendidikan dengan mengurangi hambatan ekonomi dan memastikan setiap anak mendapat gizi seimbang.
“Banyak anak di pelosok memiliki potensi besar, tetapi terhambat kondisi ekonomi. MBG membantu mengurangi beban keluarga sekaligus menjamin asupan gizi anak di sekolah,” tutur Riska.
Meski demikian, Riska mengingatkan pentingnya pengawasan mutu dan kebersihan dapur penyedia makanan. Ia mengapresiasi langkah pemerintah yang terus melakukan evaluasi rutin untuk memastikan keberlanjutan program berjalan efektif.
“Tantangan ke depan adalah menjaga konsistensi dan mutu pelaksanaan. Jika pengawasan diperkuat, dampak program ini akan semakin besar bagi kemajuan pendidikan nasional,” tegas Riska.
Ia juga menilai bahwa MBG sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, di mana peningkatan kualitas manusia menjadi prioritas pembangunan nasional.
“Ketika anak-anak dari Aceh hingga Papua memperoleh gizi yang sama baiknya, mereka akan punya kesempatan yang sama untuk berprestasi,” jelas Riska.
Riska menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa MBG bukan sekadar makan siang gratis, melainkan bentuk nyata keadilan sosial di bidang pendidikan.
“Pemerintah telah menunjukkan komitmen kuat membangun bangsa dari dapur sekolah. Ini adalah investasi besar untuk melahirkan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berdaya saing tinggi,” pungkas Riska.