Bersaing dengan Hotel Berbintang, Pengelola Homestay Raja Ampat Dilatih Meningkatkan Layanan

Institut Teknologi Bandung (ITB) memberikan pelatihan kepada pelaku desa wisata dan pengelola homestay agar usahanya terus berkembang dan dapat bersaing dengan hotel berbintang. Dok. Istimewa

Bersaing dengan Hotel Berbintang, Pengelola Homestay Raja Ampat Dilatih Meningkatkan Layanan

Achmad Zulfikar Fazli • 25 June 2025 14:07

Raja Ampat: Institut Teknologi Bandung (ITB) memberikan pelatihan kepada pelaku desa wisata dan pengelola homestay agar usahanya terus berkembang dan dapat bersaing dengan hotel berbintang. Salah satu fokus pelatihannya ialah pada kemampuan finansial maupun kualitas layanan homestay.

“Tahun ini melalui program Pengabdian Kepada Masyarakat, ITB memberikan pelatihan kepada pelaku industri homestay di kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, dengan penekanan pada kesiapan akses permodalan dan penguatan desain interior rumah singgah,” kata Ketua Tim Pengabadian Masyarakat ITB Isti Raafaldini Mirzanti, dalam keterangannya, Rabu, 25 Juni 2025.

Tercatat 35 pelaku industri homestay di Desa Friwen, Waigo Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, mengikuti pelatihan pengembangan kapasitas destinasi wisata. Pelatihan disampaikan dosen-dosen ITB yang berasal dari Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) dan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) dengan materi pelatihan, meliputi Kokreasi Desain Interior yang berkarakter, Pembuatan Pitch Deck untuk Kesiapan Investasi, dan Penyusunan Laporan Keuangan Terstandar.

“Kolaborasi antara universitas dan komunitas lokal menjadi fondasi penting dalam menciptakan proses penciptaan nilai (value creation) yang relevan dan berkelanjutan. Kami percaya, ketika ilmu pengetahuan diterapkan langsung di lapangan, hasilnya tidak hanya berdampak akademis, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat,” ungkap Isti.

Program ini juga mengedepankan penguatan kapasitas bisnis. Sebab, literasi keuangan masyarakat merupakan kunci pengembangan usaha.

Pakar bisnis ITB, Sonny Rustiadi, mengatakan literasi keuangan adalah prasyarat agar usaha masyarakat tidak hanya bertahan, tetapi layak mendapatkan pendanaan dari investor. Dengan pendekatan ini, pelaku usaha dapat menyusun rencana bisnis yang sehat dan visioner.
 

Baca Juga: 

Puan Apresiasi Prabowo Responsif Atasi Tambang Raja Ampat dan Sengketa 4 Pulau


Sementara itu, pakar desain interior ITB, Yuni Maharani, menekankan pentingnya identitas yang kuat untuk membedakan homestay lokal di pasar wisata yang kompetitif.

Homestay bukan sekadar tempat menginap. Ia membawa cerita, identitas, dan karakter lokal. Ketika elemen-elemen ini disusun dengan baik melalui desain, maka daya tarik homestay akan meningkat drastis di mata wisatawan,” jelas dia.

Anggota Tim Pengabdian Masyarakat ITB, Zartikazahra Nurulfiqri, menjelaskan konten pelatihan disusun berdasarkan kurikulum yang dirancang dengan metode partisipatif melalui media flash card dan canvas. Metode ini dinilai mampu membangun antusiasme serta keterlibatan masyarakat secara aktif.

“Kami berharap program ini bisa menjadi inisiatif berkelanjutan bagi masyarakat Desa Friwen, dimulai dari sektor pariwisata, dan nantinya metode serupa bisa diterapkan di sektor-sektor pendukung lainnya dalam ekosistem ekonomi desa,” ujar anggota tim lainnya, Zulfikar Rifan.

Salah satu peserta terbaik dalam program ini adalah Sherly, pemilik Friwen Star Homestay. Dia mengaku mendapatkan banyak wawasan baru mengenai pentingnya identitas homestay dan standar layanan. Materi pelatihan dari dosen-dosen ITB segera diterapkan guna meningkatkan kualitas layanan dan tampilan penginapan miliknya agar lebih menarik bagi wisatawan yang datang.
 
Baca Juga: 

DPD Tinjau 4 Pulau yang Kembali ke Wilayah Aceh


Program ini juga mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat. Kepala Kampung Friwen, Insemina Wawiyai, mengatakan program ini bukan hanya mendukung homestay yang sudah berjalan, tetapi menjadi pemicu bagi anak-anak muda kampung untuk berani berwirausaha.

“Kami bukan hanya diajarkan sebagai penyedia penginapan, tapi juga penyedia sayuran, pemandu wisata, dan pencipta aktivitas menarik yang bisa dijual kepada wisatawan,” ungkap Insemina. 

Dengan kunjungan wisatawan di Raja Ampat yang meningkat pesat sejak 2022, ITB berharap program ini dapat menjadi model pengembangan ekonomi desa berbasis potensi lokal yang dapat direplikasi di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) lainnya di Indonesia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)