Indonesia Bisa Rebut Investasi Relokasi Perusahaan Tiongkok

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Indonesia Bisa Rebut Investasi Relokasi Perusahaan Tiongkok

Husen Miftahudin • 21 January 2025 17:03

Jakarta: Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CoRE) Mohammad Faisal menyatakan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump jilid kedua akan lebih banyak kemiripan dengan kebijakan Donald Trump jilid pertama.

"Terutama yang kaitannya dengan dampak pengenaan tarif yang lebih tinggi walaupun ternyata agak sedikit melunak di awal pada saat speech masih akan bernegosiasi dengan Xi Jinping dengan Tiongkok kaitannya dengan pengenaan tarif," ucap Faisal saat dihubungi, Selasa, 21 Januari 2025.

Namun, lanjut Faisal, apabila AS tidak terlalu seambisius dalam mengenakan tarif bagi Tiongkok maka dampak yang terjadi terhadap perdagangan internasional juga pasti akan berbeda.

"Walaupun saya prediksikan juga Trump mungkin akan bernegosiasi dengan Tiongkok apa yang mereka bisa berikan bagi Amerika seandainya Tiongkok tidak dikenakan tarif yang lebih tinggi atau kenaikan tarifnya itu lebih tidak setinggi yang direncanakan sebelumnya. Kalau itu terjadi tentu saja tekanan terhadap perdagangan internasional itu akan menjadi tidak sebesar yang diprediksikan sebelumnya," terang Faisal.

Hal tersebut mengartikan persaingan dalam memasuki pasar AS tidak akan seketat yang diprediksikan sebelumnya dikarenakan Amerika yang kemungkinan tidak akan menaikkan tarif dengan tergesa-gesa atau terlalu ambisius.

"Tapi apapun itu bergantung juga pada nanti dinamikanya setelah ini. Karena kalau seandainya tidak tercapai kan negosiasinya ya tetap akan dikenakan tarif dan dampaknya bagi Indonesia tentu saja akan mempersulit untuk penetrasi ekspor," imbuhnya.
 

Baca juga: 4 Poin Ekonomi Utama dari Pidato Pelantikan Trump


(Ilustrasi aktivitas perdagangan internasional. Foto: Pexels)
 

Peluang rebut market share


Di sisi lain, Faisal menegaskan apabila AS memberikan penekanan prioritas pengenaan tarif kepada mitra saingan-saingan Indonesia di pasar AS seperti Tiongkok dan Vietnam, hal ini justru bisa meningkatkan peluang bagi Indonesia untuk mengambil market share yang ditinggalkan oleh mereka.
 
"Ini akan memberikan peluang pada negara-negara di bawahnya yang menjadi saingannya termasuk di antaranya Indonesia untuk bisa masuk ke pasar Amerika. Penetrasinya lebih besar apalagi kita melihat banyak produk-produk ekspor kita itu yang mirip atau sama dengan produk-produk ekspornya Vietnam dan juga Tiongkok," beber dia.
 
Adapun dampak lain apabila AS mengenakan tarif tinggi ke Tiongkok, akan ada dorongan bagi perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik yang ada di Tiongkok untuk keluar Tiongkok. Hal itu dilakukan untuk menghindari tarif yang dikenakan pada produk-produk dari Tiongkok seperti yang terjadi pada masa jabatan Trump yang pertama.
 
"Jadi di jilid kedua ini kalau kemudian tetap dikenakan tadi tarif ya dengan asumsi bahwa negosiasinya itu tidak berjalan dengan baik, Trump tetap mengenakan tarif maka berarti di sisi peluang relokasi juga menjadi lebih besar bagi Indonesia. Karena yang disorot yang menjadi sasarannya pengenaan tarif sekarang bukan hanya Tiongkok tapi juga misalkan Vietnam," ungkap Faisal.
 
"Berarti memberikan ruang bagi negara-negara selain Vietnam di Asia Tenggara untuk menangkap peluang relokasi perusahaan-perusahaan dari Tiongkok. Tapi sekali lagi ini juga dinamikanya bisa berubah bergantung bagaimana tadi negosiasi Trump dengan Tiongkok dan kemungkinan juga bisa dengan negara-negara lain yang menjadi sasaran pengenalan tarif dia seperti Meksiko dan juga Vietnam," tambah dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)