Trump Salahkan Ukraina Karena Bela Diri Melawan Invasi Rusia

Presiden AS Donald Trump. (EFE-EPA/CRISTOBAL HERRERA-ULASHKEVICH)

Trump Salahkan Ukraina Karena Bela Diri Melawan Invasi Rusia

Riza Aslam Khaeron • 19 February 2025 09:47

Mar-a-Lago: Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait perang Rusia-Ukraina. Mengutip CNN pada Rabu, 19 Februari 2025, Trump menuduh Ukraina sebagai pemicu konflik yang telah menghancurkan negaranya sendiri dan menyebabkan ribuan korban jiwa.

Pernyataan ini disampaikan di Mar-a-Lago, Florida, dalam konferensi pers dengan wartawan.

Trump menyatakan, "Hari ini saya mendengar, 'Oh, mereka tidak diundang.' Nah, kalian sudah ada di sana selama tiga tahun. Kalian seharusnya mengakhirinya setelah tiga tahun. Kalian seharusnya tidak memulainya. Kalian bisa saja membuat kesepakatan," mengacu pada keluhan Ukraina yang tidak diundang dalam perundingan perdamaian AS-Rusia di Arab Saudi.

Pernyataan ini seolah menyalahkan Ukraina atas agresi Rusia, yang bertentangan dengan fakta bahwa invasi dimulai oleh Moskow pada 2022 ketika pasukan Rusia menyerbu perbatasan Ukraina.

"Saya bisa saja membuat kesepakatan untuk Ukraina yang akan memberikan mereka hampir seluruh wilayahnya, semuanya, hampir seluruh tanah mereka, dan tidak ada satu pun orang yang terbunuh, tidak ada kota yang hancur, dan tidak ada satu pun kubah yang diruntuhkan. Tetapi mereka memilih untuk tidak melakukannya dengan cara itu," tambah Trump.

Trump juga mengkritik kepemimpinan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, menyoroti fakta bahwa Ukraina belum menggelar pemilu sejak perang dimulai. "Kami memiliki situasi di mana tidak ada pemilu di Ukraina, di mana ada darurat militer," ujar Trump.

Ia juga mengklaim, tanpa dasar yang jelas, bahwa popularitas Zelensky telah anjlok menjadi hanya "4%." Padahal, survei independen menunjukkan bahwa meskipun mengalami penurunan, tingkat dukungan terhadap Zelensky tetap lebih tinggi daripada yang diklaim Trump.

Berdasarkan survey Kyiv International Institute of Sociology yang dipublikasikan pada 7 Januari 2025. Tingkat dukungan terhadap Zelensky turun menjadi 52%, turun 7?ripada rating sebelumnya pada bulan Oktober 2024 dan 12% dibanding bulan Februari 2024.

Selain itu, Trump menyatakan bahwa Ukraina perlu mengadakan pemilu jika ingin "suara mereka didengar" dalam negosiasi perdamaian.

“Ketika mereka menginginkan kursi di meja perundingan, Anda bisa mengatakan bahwa, bukankah rakyat Ukraina harus mengatakan sesuatu seperti, ‘Kalian tahu, sudah lama sejak terakhir kali kami mengadakan pemilu.’ Itu bukan hal yang berasal dari Rusia. Itu datang dari saya dan juga dari banyak negara lain,” kata Trump.

Namun, klaim ini bertolak belakang dengan realitas di lapangan. Ukraina tidak mengadakan pemilu pada April 2024 sesuai dengan konstitusinya, karena kondisi perang membuat pelaksanaan pemungutan suara menjadi tidak memungkinkan. Sementara itu, Trump sendiri masih menolak menerima hasil pemilu AS 2020, yang membuat pernyataannya tentang demokrasi Ukraina terdengar ironis.
 

Upaya Damai Ukraina Terhenti akibat Bucha


Foto: Mayat wanita di dalam mobil di Bucha, 2 April 2022. (Dok. Kepolisian Nasional Ukraina)

Sebelum perang berlarut-larut, Ukraina dan Rusia sebenarnya telah mencoba menegosiasikan kesepakatan damai pada awal 2022. Mengutip laporan, Ukraina dan Rusia sempat melakukan perundingan di Turki pada Maret 2022, yang berfokus pada kemungkinan gencatan senjata dan perjanjian perdamaian.

Namun, perundingan ini terhenti karena beberapa faktor termasuk pembunuhan massal Bucha, sebuah kota di utara Kyiv yang sebelumnya diduduki oleh pasukan Rusia.

Pada April 2022, ketika pasukan Rusia mundur dari Bucha, muncul laporan luas tentang warga sipil yang dieksekusi, kuburan massal, dan penyiksaan. Insiden ini mengubah arah negosiasi dan meningkatkan tekanan internasional terhadap Rusia.

Ukraina, yang awalnya bersedia mempertimbangkan netralitas sebagai bagian dari kesepakatan damai, menarik diri dari pembicaraan karena kejahatan perang yang dilakukan pasukan Rusia.

Bucha menjadi bukti bahwa Moskow tidak dapat dipercaya dalam negosiasi, menurut Presiden Zelensky saat itu. Hal ini juga semakin memperkuat tekad Ukraina untuk terus berjuang, alih-alih menerima kompromi yang dapat merugikan kedaulatannya.

Pernyataan Trump ini kembali memunculkan kekhawatiran bahwa ia lebih condong ke arah kepentingan Rusia dibandingkan Ukraina. Pernyataan ini juga bertentangan dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, yang sebelumnya memastikan bahwa setiap kesepakatan perdamaian harus adil bagi semua pihak.

Namun, pernyataan Trump yang menargetkan Zelensky dan Ukraina dianggap sebagai sinyal bahwa pemerintahan AS kini lebih bersedia untuk menerima syarat yang menguntungkan Rusia dalam perundingan.

Sikap Trump terhadap perang Ukraina juga telah menimbulkan keresahan di Eropa. Banyak negara Eropa khawatir bahwa Trump akan mencoba memaksakan kesepakatan damai yang lebih menguntungkan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dengan AS yang mengesampingkan Eropa dari perundingan Saudi, negara-negara NATO semakin cemas bahwa strategi Trump akan memperlemah posisi Ukraina dan memperkuat pengaruh Rusia di kawasan.

Di sisi lain, Trump juga menyatakan bahwa ia dapat mengadakan pertemuan langsung dengan Putin dalam waktu dekat, menandakan adanya potensi kompromi lebih lanjut yang bisa merugikan Ukraina. Menurut sumber yang dikutip CNN, langkah Trump ini "akan semakin memperkuat kemenangan bagi Rusia" dalam konflik ini dan memperdalam perpecahan antara sekutu-sekutu Barat.

Pernyataan Trump di Mar-a-Lago ini mengingatkan kembali pada pendekatannya terhadap Rusia sejak awal kepemimpinannya, di mana ia sering memberikan pernyataan yang menguntungkan Kremlin dan meremehkan sekutu AS. Dengan terus menekan Ukraina dan mempromosikan gagasan kompromi dengan Rusia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)