Presiden Prabowo Rombak Kabinet, Orkestra Tim Jawab Tuntutan Publik

Kennorton Hutasoit, Jurnalis senior Metro TV. Foto: Dok/Istimewa

Presiden Prabowo Rombak Kabinet, Orkestra Tim Jawab Tuntutan Publik

18 September 2025 07:11

Oleh: Dr. Kennorton Hutasoit*

Reshuffle kabinet merah putih jilid 3 akhirnya dilakukan. Dua kursi penting yang kosong, sejak 8 September 2025 yakni Menko Polkam dan Menpora, kini terisi. Presiden Prabowo Subianto melantik Jenderal (Purn) Djamari Chaniago sebagai Menko Polkam dan Erick Thohir sebagai Menpora. Selain itu, Muhammad Qodari diangkat menjadi Kepala Staf Kepresidenan (KSP) dan Angga Raka Prabowo menjadi Kepala Badan Komunikasi Pemerintah.
 
Empat posisi ini punya peran strategis untuk meredakan ketegangan politik pasca-demonstrasi 17+8. Mereka mengelola krisis sosial, memperkuat koordinasi kebijakan, dan merapikan komunikasi publik. Namun, jika membaca pemberitaan dan percakapan di media sosial, sorotan publik justru lebih banyak tertuju pada Erick Thohir. Narasi seputar olahraga, PSSI, dan jabatan ganda jauh lebih ramai diperbincangkan dibanding pengisian Menko Polkam yang sejatinya ditunggu-tunggu publik untuk menangani krisis pasca demonstrasi yang diwarnai kerusuhan pada akhir Agustus 2025.
 
Berdasarkan analisis naratif, bisa dilihat bahwa pemerintah ingin mengirim pesan “negara hadir dan krisis terkendali.” Figur Djamari Chaniago, seorang perwira senior purnawirawan, dalam pemberitaan disebut pernah menduduki jabatan mentereng di TNI. Ia dipilih untuk memberi rasa aman dan memulihkan koordinasi keamanan nasional. Muhammad Qodari, seorang analis politik dan pendiri Indo Barometer sebagai KSP untuk memperkuat fungsi analitis dan koordinasi antar kementerian. Angga Raka Prabowo yang lama menjadi penggerak komunikasi digital di lingkaran Prabowo dipercaya memimpin Badan Komunikasi Pemerintah, memperkuat sinyal bahwa komunikasi publik akan menjadi prioritas.
 
Namun, narasi besar perombakan kabinet respons pemerintah mengatasi krisis,  ini kurang teramplifikasi di ruang publik. Di Twitter dan Instagram justru didominasi topik Erick Thohir: akankah ia mundur dari PSSI? Bagaimana nasib olahraga nasional? Publik lebih banyak bicara isu yang dekat dengan keseharian ketimbang isu strategis seperti koordinasi politik dan keamanan. Inilah yang disebut dalam teori komunikasi sebagai agenda-setting yaitu media dan warganet memilih angle yang paling “hidup” dan membuatnya menjadi fokus perhatian bersama.
 
Dalam perspektif komunikasi politik, reshuffle ini sarat simbol. Pelantikan di Istana, pembacaan sumpah jabatan, hingga ucapan selamat dari Presiden adalah ritual politik yang menandakan konsolidasi. Dalam penunjukan Djamari, Presiden Prabowo mengirim sinyal stabilitas; menunjuk Erick sebagai sinyal percepatan pembenahan olahraga; dan memilih Qodari dan Angga, untuk menguatkan sinyal penguatan analisis kebijakan dan komunikasi publik.
 
Role Theory dalam komunikasi dapat digunakan membantu memahami langkah politik Presiden Prabowo ini sebagai upaya menempatkan “orang yang tepat di tempat yang tepat.” Teori ini menjelaskan bahwa individu berperilaku sesuai dengan harapan yang melekat pada posisi, jabatan, atau status sosial mereka dalam suatu kelompok atau masyarakat. Ditunjuknya Djamari sebagai Menko Polkam diharapkan berperan sesuai harapan Presiden Prabowo yang memiliki latar belakang yang sama sebagai militer dan dinilai memiliki chemistry.  Dalam hal ini tidak hanya mengisi kursi kosong, melainkan mengorkestrasi tim yang diharapkan bisa menjawab tantangan politik dan sosial secara komprehensif.
 
Namun tak bisa dipungkiri, pada saat ini pekerjaan besar justru ada pada komunikasi publik. Teori Crisis Communication mengajarkan bahwa setiap krisis memerlukan komunikasi yang konsisten, empatik, dan meyakinkan. Publik perlu diyakinkan bahwa reshuffle ini bukan sekadar seremoni, melainkan langkah nyata merespons krisis.
 
Peran Angga Raka dan Qodari juga sangat strategis, bagaimana keduanya bersinergi memimpin komunikasi pemerintah agar narasi tentang stabilitas dan reformasi kebijakan bisa sampai ke masyarakat. Tanpa strategi komunikasi yang kuat, reshuffle akan berakhir hanya sebagai berita sehari, tanpa mengubah persepsi publik terhadap kinerja pemerintahan.
 
Reshuffle kali ini adalah langkah penting sekaligus ujian. Pemerintah sudah menempatkan figur-figur yang tepat, tetapi narasi besar tentang “negara hadir” masih harus dipertegas. Media dan warganet mungkin memilih fokus pada isu olahraga, tetapi di sinilah seni komunikasi politik diuji: bagaimana mengembalikan percakapan publik ke pesan strategis yang ingin disampaikan pemerintah.

Jika komunikasi publik berhasil diorkestrasi, reshuffle ini bisa menjadi momentum pemulihan kepercayaan publik. Jika tidak, publik akan mengingatnya hanya sebagai berita yang ramai sehari dan hilang esok.[]


*Penulis adalah jurnalis senior Metro TV dan Doktor Ilmu Komunikasi

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Misbahol Munir)