Ilustrasi. Foto: Dok istimewa
Insi Nantika Jelita • 30 July 2025 11:38
Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk lebih selektif dan transparan dalam melakukan pemblokiran rekening nasabah.
Hal ini karena persoalan keuangan bersifat sangat sensitif, terlebih jika rekening yang diblokir merupakan tabungan konsumen yang sengaja diendapkan untuk keperluan tertentu dalam jangka waktu yang telah direncanakan.
“PPATK mesti selektif dalam memblokir rekening. YLKI meminta agar proses pembukaan blokir tidak mempersulit konsumen,” ujar Sekretaris Eksekutif YLKI Rio Priambodo dalam keterangannya, Rabu, 30 Juli 2025.
YLKI menegaskan pemblokiran rekening tidak boleh dilakukan secara sepihak tanpa informasi yang jelas kepada konsumen. PPATK diminta memberikan penjelasan yang transparan dan rinci mengenai alasan pemblokiran serta langkah-langkah yang harus diambil oleh konsumen terdampak. Hal ini penting agar hak dasar konsumen atas informasi tetap terpenuhi.
"YLKI meminta PPATK menjamin uang konsumen tetap utuh dan aman tak kurang sepeser pun atas pemblokiran yang dilakukannya," tegas Rio.
Selain itu, lembaga tersebut juga mendesak PPATK agar memberikan pemberitahuan terlebih dahulu sebelum melakukan pemblokiran, agar konsumen mendapatkan waktu untuk memitigasi risiko serta menyanggah jika rekening tersebut sebenarnya tidak digunakan untuk tindak pidana, termasuk praktik judi online.
Sebagai bentuk tanggung jawab, YLKI juga mendorong PPATK untuk membuka layanan hotline atau crisis center khusus bagi konsumen yang ingin mencari informasi atau mengajukan pemulihan atas rekening yang diblokir.
(Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez)
Rekening dormant digunakan untuk kejahatan
Terpisah, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan dalam proses analisis pihaknya, sepanjang lima tahun terakhir ditemukan maraknya penggunaan rekening dormant yang tanpa diketahui/disadari pemiliknya menjadi target kejahatan.
Lalu, ditemukan juga rekening tersebut digunakan untuk menampung dana-dana hasil tindak pidana, jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, korupsi, serta pidana lainnya. Hal-hal ini yang mendasari langkah PPAK melakukan pemblokiran rekening dormant atau yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu.
"Negara hadir memperkuat perlindungan atas hak dan kepentingan nasabah dari potensi penyimpangan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Ivan kepada Media Indonesia.
Mengutip laman resmi PPATK disebutkan, lebih dari 140 ribu rekening dormant hingga lebih dari 10 tahun dengan nilai Rp428,61 miliar tanpa ada pembaruan data nasabah. Temuan dikhawatirkan membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lainnya, yang akan merugikan kepentingan masyarakat.
Lalu, sejak 2020, berdasarkan hasil pemeriksaan PPATK, lebih dari 1 juta rekening diduga terkait dengan tindak pidana. Dari 1 juta rekening tersebut, terdapat lebih dari 150 ribu rekening adalah nominee, dimana rekening tersebut diperoleh dari aktivitas jual beli rekening.
Kemudian, adanya peretasan atau hal lainnya secara melawan hukum, yang selanjutnya digunakan untuk menampung dana dari hasil tindak pidana, yang kemudian menjadi menjadi tidak aktif/dormant, dan lebih dari 50 ribu rekening tidak ada aktivitas transaksi rekening sebelum teraliri dana illegal.
Seiring dengan maraknya penyalahgunaan rekening dormant dan setelah dilakukan upaya pengkinian data nasabah, PPATK mengambil langkah tegas. Berdasarkan data dari perbankan per Februari 2025, pada 15 Mei 2025 PPATK melakukan penghentian sementara transaksi pada rekening yang dikategorikan sebagai dormant.
Kendati demikian, PPATK mengaku mengupayakan perlindungan rekening nasabah, agar hak dan kepentingan nasabah bisa terlindungi atau dengan kata lain uang nasabah dijanjikan tetap aman dan 100 persen utuh.
PPATK telah meminta perbankan untuk segera melakukan verifikasi data nasabah serta memastikan reaktivasi rekening ketika diyakini keberadaan nasabah serta kepemilikan rekening dari nasabah bersangkutan.
"Pengkinian data nasabah perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak merugikan nasabah sah serta menjaga perekonomian dan integritas sistem keuangan Indonesia," tulis PPATK.