Ilustrasi. MI/Susanto
Candra Yuri Nuralam • 7 April 2024 12:54
Jakarta: Pulang kampung atau mudik merupakan tradisi tahunan para perantau muslim di kota-kota besar termasuk Jakarta tiap momen lebaran. Perpindahan tempat tinggal penduduk kerap terjadi usai momen lebaran berlangsung.
Sebagian pemudik kerap membawa keluarganya ke Jakarta usai merayakan lebaran di kampung. Tujuan mereka membawa saudara itu karena ingin mengadu nasib dan memperbaiki ekonomi keluarga di kampung.
Salah satu pemudik Jakarta yang ingin pulang kampung ke Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, Yaumal Asri Adi Hutasuhut mengaku kerap diminta membawa keluarganya saat hendak balik ke Jakarta saat mudik lebaran. Namun, permintaan itu tidak bisa diterima langsung olehnya.
“Saya dari dulu kalau mau bawa saudara ke Jakarta itu hati-hati. Memastikan dulu latar belakang pendidikannya dia apa, terus juga pastikan juga kalau belum dapat pekerjaan mau tinggal di mana, butuh uang berapa,” kata Yaumal kepada Medcom.id, Minggu, 7 April 2024.
Banyak keluarga pemudik kerap tidak membawa bekal saat ikut keluarganya merantau ke Jakarta. Pikir mereka, sampai dulu dan menginap sementara di rumah saudara, baru mencari pekerjaan di Jakarta.
Yaumal mengaku pemikiran itu yang paling ditakutkannya saat diminta membawa saudara merantau ke Jakarta. Sebab, biaya hidup di Ibu Kota tidak murah.
“Semua itu saya minta untuk dipersiapkan, saya menolak mereka tiba-tiba datang tangan kosong tanpa persiapan. Bukan menyarankan untuk tiba-tiba datang,” ujar Yaumal.
Yaumal kerap menolak dengan halus atas permintaan keluarganya yang ingin ikut ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan cara nekat. Penolakan kerap dilakukan dengan saran.
Dia biasanya menyarankan keluarganya untuk menyebar lamaran pekerjaan sebelum merantau ke Jakarta. Jika sudah diterima, Yaumal baru mengizinkan keluarganya berangkat ke Ibu Kota.
“Bahkan kalau dibilang sebelum ke Jakarta lebih baik sudah sebar CV, apalagi sekarang teknologi sudah mulai maju, ada platform pencari kerja daring,” ucap Yaumal.
Dia juga kerap memberikan pemahaman kepada keluarganya bahwa tidak semua orang yang bekerja di Jakarta sukses. Termasuk juga, tidak langsung bisa bekerja usai tiba di Ibu Kota.
“Kadang kan dipikir orang ‘nih sukses nih di Jakarta, ya sudah bawa lah saudara kamu’, gimana ya orang kampung. Nah mereka enggak tahu kalau ada yang namanya proses, ya harus sabar nunggu kerjaan, enggak bisa datang ke Jakarta langsung dapat kerja,” kata Yaumal.
Pemudik lainnya, Syakirun Ni’am juga mengaku akan menolak jika ada keluarga di kampungnya yang ingin ikut ke Jakarta untuk mengadu nasib. Alasannya karena dia tidak memiliki relasi untuk membawa keluarganya bekerja di sebuah perusahaan.
“Enggak membawa (keluarga), soalnya enggak punya jaringan masuk-masukin orang ke perusahaan,” ujar Ni’am kepada Medcom.id.
Ni’am juga akan melarang keluarganya yang ingin ikut ke Jakarta jika tidak memiliki tujuan yang jelas. Penolakan itu biasanya dibarengi dengan cerita realita hidup di Ibu Kota.
“Beri penjelasan yang rasional, bahwa hidup di Jakarta butuh biaya yang tidak sedikit. Di Jakarta sering menemukan orang kerja nganggur (tidak bekerja) atau gaji tak layak, masa saya bawa orang dari kampung yang belum jelas,” kata Ni’am.
Jakarta Tawarkan Banyak Peluang Pekerjaan
Banyak orang bilang, Jakarta merupakan daerah yang menawarkan banyak pekerjaan. Yaumal mengaku merantau ke Ibu Kota karena peluang bekerja untuk latar belakang pendidikannya lebih besar di Jakarta.
"Lulusan saya di kampung tidak akan ada lapangan pekerjaannya untuk jurusan saya, ada sih tapi ya tipis,” kata Yaumal.
Yaumal ada di kubu setuju dan tidak dengan fenomena pemudik membawa keluarga ke
Jakarta untuk mengadu nasib. Dia mengamini kebiasaan itu membuat Ibu Kota semakin padat penduduk. Tapi, di sisi lain, dia menilai lapangan pekerjaan di kampung dengan Jakarta tidak sebanding.
“Sebenarnya kan kenapa sih orang-orang berlomba ke Jakarta seperti saya sendiri. Ya saya ke Jakarta karena lapangan pekerjaan yang tidak merata,” ujar Yaumal.
Yaumal mengaku tidak akan merantau jika pemerintah bisa benar-benar membuat lapangan kerja di Indonesia merata. Pemikiran itu yang diyakininya membuat banyak keluarga di kampung ingin ikut pemudik ke Ibu Kota untuk mengadu nasib.
“Jadi, antara setuju dan tidak, persoalannya itu kan pemerataan lapangan kerja, kalau misalnya lapangan pekerjaannya merata saya dan kawan-kawan saya yang dari kampung tidak akan ke Jakarta, kita akan stay di kampung,” ucap Yaumal.
Ni’am juga sejatinya tidak melarang ada keluarganya yang mau mengikuti langkahnya merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib. Menurutnya, pilihan itu hak semua orang dan tidak bisa diganggu.
Tapi, dia meminta perpindahan dari kampung ke Jakarta tidak dilakukan dengan nekat. Sebab, lanjutnya, bisa menyusahkan diri sendiri.
“Setuju (dengan konsep bawa keluarga ke Jakarta usai mudik) kalau lowongan kerja dan kesempatannya sudah jelas,” tutur Ni’am.