Sri Mulyani Sebut 32 Negara Anggota IsDB 'Fragile' di Tengah Konflik Geopolitik

Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: Biro KLI Kemenkeu.

Sri Mulyani Sebut 32 Negara Anggota IsDB 'Fragile' di Tengah Konflik Geopolitik

Husen Miftahudin • 3 May 2024 14:30

Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut dari 57 negara anggota Islamic Development Bank (IsDB), sebanyak 32 negara di antaranya merupakan negara yang rentan 'fragile' terhadap perang atau konflik geopolitik.
 
"Tantangan pembangunan negara-negara ini sangat besar dan kompleks. Peran IsDB untuk membantu membangun dan memperbaiki kesejahteraan negara-negara anggotanya sangat penting," tegas Sri Mulyani saat melakukan pertemuan dengan Presiden IsDB Mohammed Al Jasser pada di Riyadh, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 3 Mei 2024.
 
Pada kesempatan itu, Bendahara RI itu menyampaikan dukungannya dalam langkah reformasi IsDB untuk memperkuat dan meningkatkan kinerja aspek keuangan dan operasional IsDB agar semakin efektif, berdaya guna dan efisien.
 
Sri Mulyani juga menegaskan, Indonesia sebagai pemegang saham IsDB, siap membantu mendorong kemajuan IsDB agar bisa membantu lebih banyak ke negara-negara anggota yang membutuhkan.
 
"Ini bentuk konkret kerja sama Selatan-Selatan (South-South Cooperation)," tutur Sri Mulyani meyakinkan.
 

Baca juga: Sri Mulyani Sebut Geopolitik Dunia Ciptakan Ekonomi yang Kompleks
 

Tantangan transisi energi

 
Dalam rangka IsDB Annual Meeting di Riyadh, Sri Mulyani mengangkat topik mengenai pentingnya transisi energi serta bagaimana upaya setiap negara dan dunia dalam menghadapi tiga tantangan krusial (trilemma) yaitu energy security, energy sustainability, dan energy affordability.
 
Menurut dia, energi adalah kebutuhan dasar manusia sekaligus menjadi tantangan pembangunan untuk membangun dan menyediakan (energy security) secara terjangkau bagi masyarakat (affordable).
 
Di sisi lain, perhatian mengenai aspek sustainabilitas planet untuk menghindarkan ancaman katastropik perubahan mengharuskan transisi menuju energi yang hijau dan renewable (sustainability).
 
"Proses transisi energi bukan hanya rumit dan kompleks namun juga sangat mahal (tinggi) pembiayaannya. Kita harus mampu menjaga kepentingan nasional dan memperjuangkan sebuah proses transisi yang adil (just) dan terjangkau (affordable)," jelas Sri Mulyani.
 
Selanjutnya, ia juga menjelaskan mengenai langkah dan tantangan Indonesia untuk menjalankan transisi energi menuju zero emission dan meningkatkan energy renewable. Dimana, langkah tersebut juga dikatakan Menkeu memerlukan desain kebijakan yang kompleks dan sensitif serta membutuhkan pembiayaan yang sangat besar dan menantang.
 
Selain itu, Sri Mulyani juga menekankan pentingnya APBN yang sehat dan kuat serta strategi pendanaan global yang efektif untuk dapat menjalankan transisi energi secara efektif dan berkelanjutan. Di samping negara dan Islamic Development Bank yang juga harus turut menjawab tantangan masa depan yang makin kompleks dan dinamis
 
"Senang bisa menjelaskan posisi Indonesia yang mendapat respek dari seluruh panelis dan audience," tutup Sri Mulyani.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)