Kemnaker Bantah Tudingan Kerja Paksa di Industri Nikel Indonesia

Gedung Kemnaker. Foto: Setkab.

Kemnaker Bantah Tudingan Kerja Paksa di Industri Nikel Indonesia

Faustinus Nua • 26 September 2024 13:07

Jakarta: Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Yuli Adiratna, membantah laporan adanya kerja paksa di sektor industri nikel Indonesia. Laporan dari Departemen Tenaga Kerja AS mengenai 'Global State of Child and Forced Labour' itu mengklasifikasikan nikel Indonesia sebagai produk dari praktik eksploitatif.

"Ya yang dimaksud AS itu kan masih indikasi. Nah, tentu walaupun indikasi, itu menjadi perhatian penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa kejadian kerja paksa itu memang benar-benar tidak ada," kata Yuli dalam Seminar 'Human Health and Environmental Developments in Indonesia's Value Chain', Kamis, 26 September 2024.

Menurutnya, pemerintah selalu memberikan pembinaan, sosialisasi, bahkan juga pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahwa regulasi ketenagakerjaan dipatuhi oleh semua pihak.

"Ini menjadi perhatian penting bagi pemerintah untuk menjaga semuanya. Menjaga investasi, menjaga pelindungan terhadap tenaga kerja, menjaga ekonomi, semua kita jaga," ungkap dia.
 

Baca juga: 

Kampanye Negatif Produk Nikel Indonesia Diantisipasi


Yuli mengaskan pemerintah memiliki program-program spesifik untuk memastikan perlindungan tenaga kerja. Termasuk mendampingi setiap smelter untuk menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja.

"Jadi kita lakukan pendampingan di beberapa smelter yang ada, terus kita minta report secara rutin. Kemudian kita berikan dorongan agar mereka menyusun semacam roadmap program kepatuhan terhadap norma-norma ketenangan," tambahnya.

Pemerintah akan melakukan investigasi terkait isu kerja paksa di industri nikel. Hal itu merupakan respons untuk memastikan bahwa kerja paksa benar-benar tidak terjadi di Indonesia.

"Pasti kalau itu (investigasi) kita akan lakukan untuk memastikan bahwa itu tidak terjadi. Dan kita akan dampingi," sebut dia.

Dia menegaskan tidak mengetahui tudingan tersebut terjadi. Pendalaman bakal dilakukan untuk mengetahui laporan tersebut benar atau tidak.

"Kita juga belum tahu di smelter mana, kita belum tahu. Itu hanya indikasi dari Amerika Serikat. Kita belum tahu, diinvestigasi kalau itu," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)