IABC Indonesia Conference 2025: Membangun Kepercayaan Publik di Tengah Ledakan Teknologi AI

Keynote speakers bersama Boards of Directors IABC Indonesia dalam IABC Indonesia Conference and Awards 2025. (Foto: Dok. Ist)

IABC Indonesia Conference 2025: Membangun Kepercayaan Publik di Tengah Ledakan Teknologi AI

Patrick Pinaria • 9 December 2025 12:45

Jakarta: Di tengah akselerasi teknologi dan meningkatnya penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang mengubah lanskap komunikasi global, International Association of Business Communicators (IABC) Indonesia menyoroti masa depan kepercayaan publik yang semakin rentan akibat maraknya deepfakes. Melalui gelaran IABC Indonesia Conference and Awards 2025, yang telah berlangsung setiap tahun sejak 2022, diskusi difokuskan pada strategi komunikasi berbasis kepercayaan, kemanusiaan, serta dampak digital.

Acara ini menghadirkan pembicara dari berbagai sektor, mulai dari pemerintah, swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, hingga komunitas. Mereka membahas tantangan terbesar bagi komunikator modern: menjaga kepercayaan di tengah banjir informasi dan kemajuan teknologi AI.

Hadir pula President IABC Indonesia dan Founder & CEO VMCS Communications and Social Impact Elvera N. Makki yang menyampaikan sambutan dalam acara ini. Dalam sambutannya, ia mengungkapkan sejumlah pesan penting terkait acara, salah satunya tentang kepercayaan publik yang kini merupakan mata uang utama kepemimpinan modern. 

"Dalam ekosistem digital, teknologi dapat mempercepat pesan, tetapi hanya kemanusiaan yang dapat memperdalam makna. Di era AI, komunikasi strategis tidak cukup hanya akurat, namun harus empatik, etis, dan berpihak pada hak asasi manusia," ujar Elvera.


Catatan dari Elvera N. Makki (President IABC Indonesia, Founder & CEO VMCS Communications & Social Impact) yang secara resmi membuka Conference 2025 dengan pesan kuat bahwa komunikasi yang berakar pada kepercayaan, kemanusiaan, dan dampak digital adalah fondasi kepemimpinan yang mampu benar-benar menginspirasi tindakan. (Foto: Dok. Ist)

Survei terbaru dari Boston University Communication Research Center pada 2025 menemukan bahwa empat dari lima orang mendukung adanya perlindungan ketat terhadap deepfakes berbasis AI di media sosial, dan mayoritas publik menginginkan platform media sosial bertanggungjawab lebih aktif dalam memoderasi minsinformasi tanpa harus bergantung penuh pada sensor pemerintah. Temuan ini menegaskan bahwa isu kepercayaan publik di era AI bukan sekedar wacana, melainkan agenda strategis global.

Pesan penting juga disampaikan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Riset (Dikti Saintek) Prof Stella Christie yang hadir untuk menyampaikan keynote speech dalam acara tersebut. Di depan ratusan business communicators, ia menekankan urgensi membangun pemikir digital yang berpusat pada manusia, serta menyoroti maraknya hoaks dan bagaimana penyebarannya meningkat tajam akibat kemudahan teknologi AI.

"Hoaks merupakan ancaman yang sangat besar dan salah satu yang paling serius di Indonesia. Ajang IABC Indonesia Conference ini merupakan saat yang tepat untuk kita bicarakan bersama," kata Prof Stella.


Pemaparan dari keynote speech 2 oleh Prof. Stella Christie (Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia). Dalam pidatonya, Prof. Stella menekankan pentingnya membentuk pemikir digital yang berpusat pada manusia. Ia menyampaikan bahwa informasi di ruang digital sangat mempengaruhi cara masyarakat memproses pesan, terutama terkait hoaks. Tantangan ini perlu terus diedukasi dan diatasi bersama, dengan mendorong penggunaan riset dan bukti empiris untuk menjawab berbagai persoalan di Indonesia maupun dunia. (Foto: Dok. Ist)

Pertama, tegasnya, mengapa orang-orang menyebarkan hoaks, termasuk kita mungkin salah satunya yang pernah melakukannya. Kedua,  dari jawaban pertama, lalu tindakan apa yang dapat kita lakukan untuk mengatasi hal ini, karena ini adalah masalah besar. 

"Lebih dari 1.100 pakar dari 136 negara menempatkan misinformasi dan disinformasi sebagai salah satu ancaman paling serius saat ini. AI mempermudah pembuatan berita hoaks, dan dalam satu tahun terakhir, penyebaran informasi palsu dengan teknologi AI meningkat hingga 2x lipat dalam satu tahun terakhir," ungkap Prof Stella.
 



Prof Stella juga memaparkan empat faktor utama yang memengaruhi seseorang mempercayai hoaks, yakni political partisanship, cognitive reflection, prior knowledge, dan heuristic. Ia juga menekankan perlunya pendekatan proaktif seperti prebunking, accuracy nudge, solusi berbasis wisdom of crowd, dan pendidikan jangka panjang.

"Masalah inti model bisnis berbagai platform media sosial adalah memonetisasi perhatian, dimana algoritma dirancang untuk memaksimalkan engagement, bukan akurasi," tuturnya.

Melanjutkan sesi Prof Stella, Wakil Gubernur Jawa Timur, Dr. Ir. Emil Elestianto Dardak, yang juga hadir menyampaikan keynote speech. Pada kesempatan itu, ia menekankan tantangan terbesar komunikasi saat ini adalah framing di ruang digital.

Menurutnya, informasi bisa saja faktual, namun ketika dibingkai berbeda, persepsinya dapat berubah dan berdampak negatif pada organisasi maupun brand. Framing yang dilakukan secara cepat untuk kepentingan engagement di media sosial tanpa verifikasi, mengorbankan banyak pihak, tak hanya politisi dan pejabat publik, namun juga dunia usaha, bahkan hingga UMKM.

Karena itu, ujarnya, kita harus waspada dan sangat berhati-hati dalam merespons dinamika ini. 

"Realita yang kita hadapi sekarang tentang framing, sangat kontekstual dengan tema konferensi ini, yaitu Strategic Communications at the Heart of Trust, Humanity, and Digital Impact. Nyambung banget. Saat kita ingin meraih kepercayaan namun tidak paham cara menciptakan dampak secara digital, maka upaya tersebut sulit tercapai. Kita harus bisa mengantisipasi derasnya hoaks dan framing, dengan kesigapan, namun juga hati-hati," kata Emil.


Sambutan keynote speech 3 oleh Bapak Emil Elestianto Dardak, Wakil Gubernur Jawa Timur, pada IABC Indonesia Awards 2025. Beliau menekankan bahwa tantangan terbesar komunikasi saat ini adalah framing di ruang digital, di mana informasi faktual bisa berubah persepsinya dan berdampak negatif pada organisasi atau brand. Karena itu, kita harus waspada dan sigap mengantisipasi dinamika ini, serta tidak mengabaikan media sosial sebagai ruang berkembangnya berbagai narasi. (Foto: Dok. Ist)

Kemudian, keynote speech dilanjutkan Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono yang berbicara mengenai humanity atau kemanusiaan pada acara ini. Ia menyatakan pentingnya komunikasi kesehatan dalam membangun kepercayaan publik untuk hidup yang lebih baik. 

"Kepercayaan adalah aset yang paling berharga di dalam dunia kesehatan sekaligus yang paling rapuh. Untuk itu, pembenahan perlu dilakukan di semua sektor di bidang kesehatan. Kementerian Kesehatan terus memperkuat komunikasi publik yang transparan, mudah dipahami serta menyentuh hati masyarakat karena perubahan sistem pola hidup tidak bisa seperti membalik tangan, sebelum tersentuh hatinya. Karena itu, saya menyambut baik tema yang diselenggarakan IABC untuk mengangkat topik komunikasi di bidang kesehatan," kata Prof Dante.
 
Lanjutnya, komunikasi tidak hanya membutuhkan penyajian data yang akurat, namun dibutuhkan empati dan kisah nyata dari berbagai sumber lapisan masyarakat, terutama bagi yang sedang berjuang di pelosok terpencil Indonesia. Kemampuan mengubah statistik menjadi cerita dan empati, itulah hal yang paling esensial untuk diperankan sektor komunikasi publik, terutama komunikasi digital.

"Saya menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya terhadap IABC yang telah membangun komunikasi kesehatan, yang tidak hanya akan terbatas di ruang ini, namun dapat menjangkau ruang publik yang lebih luas," ujar Prof. dr. Dante. 


Pembicara kunci Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D, Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia menekankan pentingnya komunikasi kesehatan yang transparan dan mudah dipahami di tengah era misinformasi untuk membangun kepercayaan publik. Menurutnya, perubahan perilaku tidak bisa instan, masyarakat perlu merasa terhubung secara emosional. Karena itu, komunikasi harus disertai data yang akurat, lahir dari empati dan kisah nyata, bukan sekadar angka. (Foto: Dok. Ist)

Sementara itu, Bank Mandiri melihat penguatan inovasi digital sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas dan mendorong akselerasi ekonomi nasional. Dengan mengintegrasikan prinsip ESG ke dalam pengembangan layanan, Bank Mandiri membangun ekosistem finansial yang lebih efisien, inklusif, dan adaptif terhadap dinamika ekonomi, sekaligus memperluas akses layanan keuangan bagi rumah tangga, UMKM, dan sektor produktif yang menjadi pendorong pertumbuhan PDB.

Pemanfaatan teknologi untuk literasi, transparansi transaksi, dan mitigasi risiko juga mendukung kebijakan pemerintah dalam memperkuat stabilitas sistem keuangan di tengah ketidakpastian global, sehingga inovasi digital dapat memberikan multiplier effect bagi keberlanjutan ekonomi jangka Panjang.

"Membangun kepercayaan di era digital dimulai dengan menempatkan kemanusiaan sebagai inti dari setiap inovasi. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip ESG dalam praktik bisnis kami, Bank Mandiri terus berkembang dalam menciptakan dampak digital yang memberdayakan masyarakat, memperkuat komunitas, dan menjaga keberlanjutan masa depan bersama," ujar Senior Vice President Environmental, Social & Governance Bank Mandiri Monica Yoanita Octavia.

Sementara itu, VP Corporate Communication & Social Responsibility, Telkomsel Indonesia Abdullah Fahmi, menekankan transformasi digital membutuhkan komunikasi yang bertanggung jawab agar teknologi dapat memberi manfaat nyata.

"Transformasi digital tidak cukup hanya dengan jaringan yang kuat. Kita memerlukan komunikasi yang bertanggung jawab untuk memastikan setiap langkah menuju keberlanjutan dimengerti, diterima, dan dijaga. Sebagai komunikator, kita membangun kepercayaan yang memungkinkan teknologi memberi dampak positif nyata bagi seluruh bangsa," kata Abdullah Fahmi.
 
Dari sektor FMCG, Corporate Communication Danone Indonesia Arif Mujahidin menegaskan empati adalah inti komunikasi yang berdampak.

"Rahasia formula komunikasi yang berdampak adalah empati, baik saat melindungi maupun promosi. Di Danone Indonesia, kami berbicara dengan bahasa audiens yang kami tuju, memastikan pemahaman yang membentuk persepsi publik yang positif, dan pada akhirnya, komunikasi yang memperkuat keberlanjutan bisnis," ujar Arif.

Dalam menggawangi tren komunikasi untuk tahun 2026, Elvera menutup IABC Indonesia Conference dan Awards dengan membagikan pesan kunci bagi profesional komunikasi di Tanah Air.

"Ketika survei dunia menunjukkan publik mulai meragukan apa yang mereka lihat dan dengar, tugas komunikator adalah memulihkan kepercayaan dengan transparansi, integritas, dan keberanian mengakui keterbatasan. Humanity adalah kompasnya. AI mungkin mempercepat dunia, tetapi hanya humanity yang dapat menstabilkannya. Ke depan, komunikator Indonesia perlu berdiri di garis depan yang menghubungkan data dengan empati, teknologi dengan etika, dan inovasi dengan tanggung jawab sosial. Komunikasi yang berakar pada kepercayaan, kemanusiaan, dan dampak digital adalah fondasi kepemimpinan yang diharapkan mampu menginspirasi tindakan," kata Elvera.

Dengan semakin kompleksnya tantangan digital, IABC Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjadi rumah bagi para komunikator yang ingin memimpin dengan etika, empati, dan dampak nyata bagi masyarakat.

IABC merupakan asosiasi yang menjadi salah satu barometer untuk tren komunikasi dunia, berkantor pusat di Chicago, Illinois, Amerika Serikat, dan menaungi lebih dari 100 chapters di 80 negara, termasuk di Indonesia. Keanggotaan IABC Indonesia beroperasi di bawah payung Perkumpulan Komunikasi Internasional Indonesia yang aktif sejak 2019. Dengan lebih dari 1000 anggota komunitas Indonesia, berbagai program yang dilaksanakan memberikan wawasan, pengetahuan, dan akses jejaring profesional, serta program mentorship, pemberian penghargaan, dan sertifikasi profesi di bidang komunikasi berskala internasional.

Untuk bergabung dengan komunitas ini, dapat mengunjungi www.iabcindonesia.com dan jejaring profesional di Linkedin, serta Instagram @iabcindonesia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Rosa Anggreati)