Tujuh Warga Palestina Tewas Diserang Israel, Perlintasan Rafah Dibuka Sebagian

Tentara Israel masih tetap lakukan serangan di Gaza meski dalam kondisi gencatan senjata. Foto: EFE

Tujuh Warga Palestina Tewas Diserang Israel, Perlintasan Rafah Dibuka Sebagian

Fajar Nugraha • 4 December 2025 15:44

Gaza: Militer Israel telah menewaskan tujuh warga Palestina, termasuk dua anak dalam pelanggaran terbaru terhadap gencatan senjata yang ditengahi AS di Gaza. Israel juga mengumumkan, akan mengizinkan perlintasan Rafah dibuka secara eksklusif untuk keluar masuknya penduduk dari wilayah yang dilanda perang tersebut.

Pembunuhan pada hari Rabu itu, terjadi setelah militer Israel menuduh pejuang Hamas menyerang dan melukai empat tentara Israel di Rafah Selatan, dekat perbatasan Gaza dengan Mesir. Korban tewas dalam serangan Israel, termasuk dua warga Palestina di pinggiran Zeitoun, Gaza Utara, dan lima orang lainnya yang tewas dalam serangan di kamp al-Mawasi Selatan yang memicu kebakaran beberapa tenda akibat pengeboman.

“Lima warga negara, termasuk dua anak-anak, tewas dan beberapa lainnya terluka, beberapa di antaranya serius, akibat serangan rudal Israel di al-Mawasi," kata juru bicara pertahanan sipil, Mahmoud Bassal, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis, 4 Desember 2025.

Sementara itu, sumber di Rumah Sakit Kuwait, menyebutkan anak-anak yang tewas berusia delapan dan 10 tahun, 32 warga lainnya terluka.

Hamas mengutuk serangan al-Mawasi, menggambarkannya sebagai kejahatan perang yang mengabaikan perjanjian gencatan senjata, seraya menuntut mediator, Mesir, Qatar, dan AS untuk menahan militer Israel. Sementara itu, menurut Otoritas Gaza, pasukan Israel telah melanggar gencatan senjata setidaknya 591 kali sejak berlaku pada 10 Oktober, menewaskan sedikitnya 360 warga Palestina dan melukai 922 lainnya.

Secara terpisah pada hari Rabu, militer Israel melalui unit Koordinasi Kegiatan Pemerintah di Wilayah (COGAT) mengonfirmasi, bahwa mereka telah menerima jenazah yang mungkin merupakan salah satu dari dua tawanan yang tersisa di Gaza dari kelompok bersenjata Palestina melalui Komite Internasional Palang Merah (ICRC).

Penyerahan itu terjadi beberapa jam setelah Netanyahu mengatakan tes forensik jenazah yang dikembalikan Hamas tidak cocok dengan salah satu sandera yang masih ditahan di Gaza.

Perlindungan sandera adalah kunci dari fase awal rencana 20 poin Trump untuk mengakhiri perang Gaza dengan fase pertama, menyerukan Israel mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan dan membuka perlintasan Rafah di kedua arah. Akan tetapi, Israel terus membatasi masuknya bantuan dan mengatakan, bahwa perlintasan Rafah akan dibuka dalam beberapa hari mendatang, khususnya untuk keluarnya penduduk dari Jalur Gaza menuju Mesir dengan memerlukan persetujuan keamanan.

Pernyataan Israel tersebut, menimbulkan kekhawatiran, bahwa langkah tersebut mengarah pada pengungsian permanen warga Palestina, sesuatu yang didorong oleh menteri sayap kanan dalam pemerintahan Netanyahu selama berbulan-bulan. 

"Sulit untuk melihat pernyataan di perlintasan Rafah ini sebagai sesuatu yang dimaksudkan untuk memulihkan kebebasan bergerak bagi warga Palestina, alih-alih membatasinya, tujuannya adalah untuk mengurangi mobilitas warga Palestina karena tidak menjamin kepulangan mereka setelah dipaksa keluar dari Gaza. Kebijakan ini justru mempercepat proses depopulasi Jalur Gaza," kata Hani Mahmoud dari Al Jazeera, melaporkan dari Kota Gaza.

Sementara itu, Mesir mengatakan, bahwa perlintasan tersebut akan dibuka jika pergerakan terjadi dua arah. Layanan Informasi Negara Mesir, mengutip seorang pejabat mengatakan, bahwa Kairo belum menyetujui rencana apa pun untuk membuka perlintasan hanya untuk pergerakan keluar.

Mantan asisten menteri luar negeri Mesir, Hussein Haridy mengatakan, bahwa Mesir tetap berkomitmen pada Resolusi Dewan Keamanan PBB 2803, yang diadopsi pada 17 Oktober tahun lalu, yang mendukung rencana gencata senjata. Haridy mengatakan kepada Al Jazeera dari Kairo, bahwa semua perlintasan harus dibuka di bawah resolusi tersebut, dan Mesir bekerja dengan Uni Eropa dan Otoritas Palestina untuk mengoperasikan pos-pos tersebut, termasuk Rafah.

Haridy menambahkan, perlunya pengoperasian penyeberangan Rafah sesuai dengan rencana perdamaian Trump. Ia mengatakan, sejak 1948, tanggal Israel didirikan, ia sudah terbiasa dengan manuver Israel dalam hal implementasi perjanjian gencata senjata dan akan meminta pertanggungjawaban Israel, jika mereka tidak melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan.

Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, mengatakan PBB menyerukan pembukaan kembali Rafah secara penuh untuk pergerakan kargo kemanusiaan, pergerakan manusia, dan juga pekerja kemanusiaan. Ia menekankan, bahwa jika warga Palestina ingin pergi, mereka harus dapat melakukannya secara sukarela dan bebas, tanpa tekanan.

Sementara itu, di Washington, Presiden AS Donald Trump, bersikeras bahwa gencatan senjata berjalan dengan baik dan memiliki perdamaian di Timur Tengah. Ia juga mengatakan kepada wartawan, bahwa fase kedua rencananya akan segera terjadi untuk Gaza. 

Setelah ketentuan fase pertama selesai, rencana Trump harusnya maju ke fase berikutnya, yang menyerukan pembentukan pasukan stabilisasi internasional, pemerintahan Palestina teknokrat, dan perlucutan senjata Hamas. Akan tetapi, Hamas menentang langkah tersebut dan mengatakan, mereka tidak akan meletakkan senjata selama pendudukan Israel di Palestina masih berlanjut.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 8.000 pasien Palestina telah dievakuasi keluar dari Gaza sejak dimulai perang pada Oktober 2023. Akan tetapi, masih ada lebih dari 16.500 orang sakit dan terluka yang perlu meninggalkan Gaza untuk perawatan medis.

Doctors Without Borders (MSF) mengatakan, kebutuhan akan lebih banyak evakuasi medis dengan skala sangat besar. Sejauh ini lebih dari 30 negara telah menerima pasien, termasuk Mesir dan Uni Emirat Arab yang menerima pasien dalam jumlah besar, sedangkan Italia telah menerima 200 pasien, Prancis 27 pasien, dan Jerman tidak menerima satu pun pasien sejak akhir Oktober.

“Negara-negara membutuhkan waktu lama untuk memutuskan atau mengalokasikan anggaran bagi pasien-pasien ini, tetapi [mereka tidak bisa] menunggu diskusi ini terjadi,” kata Hani Isleem, koordinator MSF untuk evakuasi medis dari Gaza.

Perang Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 70.117 warga Palestina dan melukai 170.999 orang sejak Oktober 2023. Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023, dan sekitar 200 orang ditawan.

(Kelvin Yurcel)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Fajar Nugraha)