Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez.
Candra Yuri Nuralam • 30 September 2023 07:25
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pemberian status tersangka kepada mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan tidak dilakukan sembarangan. Lembaga Antirasuah itu mengeklaim telah mengantongi bukti.
"Sekali lagi ya, kita menetapkan tersangka yang bersangkutan kan tentu sudah didasarkan pada kecukupan alat bukti," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Sabtu, 30 September 2023.
Alex menjelaskan penyelidik telah mengumpulkan bukti sebelum kasus dugaan korupsi pengadaan LNG yang menjerat Karen naik ke tahap penyidikan. Semua temuan dipastikan sudah dipelajari KPK untuk menentukan status tersangka Karen.
"Dan yang bersangkutan berdasarkan kecukupan alat bukti itu ditetapkan sebagai tersangka, kan begitu," ujar Alex.
Alex juga menegaskan bukti yang dimiliki pihaknya bisa dipertanggungjawabkan. Masyarakat diharap terus memantau perkembangan perkara ini sampai ke persidangan nanti.
Karen merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG pada 2011 sampai 2021. Negara ditaksir merugi USD140 juta atau setara dengan Rp2,1 triliun akibat kasus ini.
Kasus ini bermula ketika adanya perkiraan defisit gas di Indonesia pada 2009 sampai 2040. Kemungkinan itu membuat diperlukannya pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia lain di Tanah Air.
Karen lantas membuat kebijakan membuat kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG di luar negeri. Salah satunya yakni Corpus Christi Liquefaction (CCL) LCC Amerika Serikat.
Pemilihan perusahaan asing itu dilakukan sepihak. Karen juga tidak melaporkan pemilihan itu ke Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero). KPK meyakini langkah itu melanggar hukum.
Karen juga tidak melaporkan pemilihan perusahaan asing yang dipilih itu ke pemerintah. Sehingga, pengadaan LNG ini dilakukan atas keputusan satu pihak saja.
Keputusan Karen membuat LNG yang dibeli tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargonya kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
KPK meyakini sikap Karen melanggar aturan yang berlaku. Lembaga Antirasuah dipastikan terus mendalami dugaan ini.
Karen dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.