Stigma dan Minimnya Fasilitas Hambat Penanganan Kekerasan di Simeulue

Kepala DP2KB Simeulue, Supriman Juliansyah. Foto: Istimewa

Stigma dan Minimnya Fasilitas Hambat Penanganan Kekerasan di Simeulue

Fajri Fatmawati • 22 January 2025 17:19

Banda Aceh: Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Simeulue, Aceh, terus menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Simeulue, tercatat 33 kasus kekerasan dalam dua tahun terakhir, dengan angka tertinggi terjadi pada 2023 dan 2024. 

Kepala DP2KB Simeulue, Supriman Juliansyah, mengatakan dalam periode tersebut, anak-anak menjadi korban dominan dari tindak kekerasan ini.

"Pada tahun 2023 tercatat 16 kasus kekerasan terhadap anak. Sementara pada tahun 2024, angka ini meningkat menjadi 17 kasus, dengan 16 kasus di antaranya melibatkan anak-anak dan satu kasus lagi menyasar perempuan," kata Supriman, Rabu, 22 Januari 2025.

Supriman menambahkan, pelaku mayoritas adalah pria dewasa yang melakukan kekerasan berupa pelecehan seksual, pencabulan, pemerkosaan, penganiayaan, dan satu kasus jinayah terhadap perempuan. Supriman juga mengungkapkan bahwa banyak kasus kekerasan yang tidak dilaporkan ke pihak berwenang. 

"Hal ini, disebabkan oleh pandangan masyarakat yang masih menganggap kekerasan terhadap anak dan perempuan sebagai aib keluarga. Akibatnya, banyak korban dan keluarga memilih untuk menyelesaikan masalah secara diam-diam, tanpa melibatkan pihak yang berwenang," ujarnya.

DP2KB Kabupaten Simeulue mengakui masih menghadapi berbagai kendala dalam penanganan kasus-kasus kekerasan ini. Salah satunya adalah kurangnya fasilitas yang memenuhi standar untuk penampungan korban kekerasan. 

Saat ini, DP2KB tak memiliki fasilitas khusus yang dapat menampung dan merawat korban secara memadai.

"Kurangnya tenaga profesional, seperti psikolog yang memiliki keahlian dalam menangani korban kekerasan, menjadi masalah besar. Untuk memenuhi kebutuhan ini, DP2KB terpaksa mendatangkan tenaga ahli dari luar daerah, yang tentunya memerlukan biaya tinggi, yakni sekitar Rp20 juta per kasus," ungkapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Al Abrar)