Sound Horeg atau sound system berukuran besar dan bertenaga tinggi di wilayah Malang. Dokumentasi/ Instagram @blizzard_audio
Daviq Umar Al Faruq • 17 July 2025 17:44
Malang: Pemerintah Kota (Pemkot) Malang segera memberlakukan aturan tertulis yang melarang penggunaan sound horeg atau sound system berukuran besar dan bertenaga tinggi. Kebijakan ini untuk menjaga ketenteraman masyarakat di tengah keluhan yang muncul akibat aktivitas tersebut.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menegaskan larangan ini akan diperkuat dengan Surat Edaran wali kota.
"Kami sudah menyampaikan kalau ini dilarang, nanti dipertegas dengan surat edaran wali kota," kata Wahyu di Kota Malang, Kamis, 17 Juli 2025.
Baca: Pemda Diharapkan Lebih Aktif Mengatasi Polemik Sound Horeg
|
Wahyu menjelaskan larangan ini muncul karena tidak semua masyarakat merasa nyaman dengan kehadiran sound horeg. Ia menekankan bahwa meskipun sound horeg dianggap sebagai bagian dari ekspresi seni, hal itu harus tetap mempertimbangkan kenyamanan warga.
"Jangan sampai mengganggu ketertiban umum, karena semuanya harus bisa diterima oleh masyarakat agar tidak ada dampak negatif yang muncul," ungkapnya.
Untuk memastikan aturan ini dipahami dengan baik, Pemkot Malang juga akan segera melakukan sosialisasi kepada para pelaku dan pengguna sound horeg.
"Kami akan mengumpulkan semuanya dan memberi pemahaman perihal ini (sound horeg)," ujar Wahyu.
Sementara Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, menjelaskan kondusivitas lingkungan telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Ketertiban Umum dan Lingkungan.
"Kita mengacu pada itu saja, kalau penyajiannya baik masyarakat bisa senang dan menikmati," kata Amithya.
Ia menyoroti Pasal 25 ayat (1) Perda tersebut yang secara jelas menyebutkan bahwa setiap orang atau badan dilarang membuat kegaduhan di sekitar tempat tinggal atau melakukan perbuatan yang mengganggu ketenteraman orang lain.
Amithya menambahkan, jika sound horeg memang bagian dari seni, seharusnya tidak ada pihak yang merasa terganggu.
"Ketika penyajiannya mengganggu orang lain, maka nilai dari seni menjadi tidak terlihat," tuturnya.
Sebelumnya MUI Jawa Timur resmi mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Fatwa ini diterbitkan sebagai respons atas maraknya praktik sound horeg yang belakangan memicu kontroversi hingga keluhan warga di sejumlah daerah.
Dalam pertimbangannya, MUI Jatim menegaskan bahwa kemajuan teknologi audio digital sejatinya hal yang positif selama digunakan untuk kepentingan yang bermanfaat dan sesuai syariah.
“Setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain,” bunyi salah satu poin dalam fatwa tersebut.
Namun demikian, penggunaan sound horeg yang melebihi ambang batas wajar, menimbulkan kebisingan ekstrem, hingga mengganggu kenyamanan, kesehatan, atau bahkan merusak fasilitas umum, dinyatakan haram.
Hal ini juga berlaku jika di dalam kegiatan sound horeg terdapat unsur kemaksiatan seperti joget campur laki-laki dan perempuan, membuka aurat, atau hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat Islam.
Komisi Fatwa menegaskan sound horeg tetap diperbolehkan selama diatur dengan baik. Penggunaan diperbolehkan jika volumenya masih dalam batas wajar, tidak merugikan orang lain, serta digunakan dalam kegiatan yang positif seperti pengajian, shalawatan, atau hajatan pernikahan, tanpa unsur maksiat.
Fenomena battle sound atau adu suara yang kerap terjadi di lapangan juga menjadi sorotan. Dalam fatwa itu disebutkan kegiatan battle sound yang terbukti menimbulkan kebisingan ekstrem dianggap sebagai bentuk tabdzir (pemborosan) dan idha’atul mal (penyia-nyiaan harta), sehingga diharamkan secara mutlak.
Selain itu, MUI Jatim juga menekankan adanya tanggung jawab ganti rugi jika penggunaan sound horeg terbukti merugikan orang lain.
“Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian,” tulis salah satu poin dalam fatwa tersebut.