Menguji Pertaruhan Purbaya di 2029

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: MTVN/Duta Erlangga.

Menguji Pertaruhan Purbaya di 2029

6 November 2025 11:00

Oleh: Safriady

Situasi lanskap politik Indonesia paska 2024 kian terfragmentasi, muncul satu fenomena menarik menjelang Pemilihan Presiden 2029 yakni semakin banyak pihak yang "bertaruh" pada figur teknokrat, bukan politisi murni. Salah satu nama yang diam-diam mulai diperbincangkan dalam lingkar elit ekonomi dan kebijakan publik adalah Purbaya Yudhi Sadewa ekonom senior, mantan Deputi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan sosok penting di balik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Nama Purbaya mungkin tidak muncul di baliho atau panggung politik terbuka, tetapi di ruang-ruang tertutup mulai dari forum ekonomi hingga percakapan partai ia mulai disebut sebagai "aset strategis" untuk 2029. Fenomena ini menandai tren baru dalam politik Indonesia yaitu pergeseran taruhan dari politisi populer menuju teknokrat kredibel.

Analisis sentimen media sosial Indonesia menunjukkan pembicaraan terkait Purbaya cukup signifikan: dalam rentang 7-16 September 2025, ia disebut sebanyak 45.428 kali, dengan 46 persen sentimen positif, 37 persen negatif, dan 18 persen netral. Ini menunjukkan, meskipun memiliki latar profesional kuat, ia juga menghadapi skeptisisme atau resistensi publik bisa dari kalangan yang mempertanyakan kemampuan politiknya, atau yang merasa gaya baru tersebut terlalu "teknis" bagi publik massa.

Selain itu, karena latar belakangnya teknokrat dan bukan politisi massa, tantangan utama Purbaya terletak pada mesin politik, komunikasi publik, dan basis sosial yang lebih luas. Media mencatat, pasar juga sempat menunjukkan keprihatinan atas pergantian Menkeu dari sosok populer seperti Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya, sebagai bagian dari reshuffle besar kabinet.
 

Politik taruhan rasional


Sejarah politik Indonesia pasca-reformasi, dimana setiap kontestasi besar selalu melibatkan "taruhan" elite, baik dalam bentuk dukungan finansial, politik, maupun komunikasi publik. Taruhan ini bukan sekadar siapa yang menang, tetapi siapa yang akan menjadi instrumen kepentingan ekonomi dan kekuasaan jangka panjang.
Nama Purbaya mulai muncul dalam konteks ini. Sebagai ekonom lulusan Purdue University yang lama berkarier di sektor kebijakan makro, ia dikenal di kalangan lembaga keuangan internasional sebagai sosok dengan kapasitas teknokratis tinggi. Rekam jejaknya di Bank Danareksa, Badan Kebijakan Fiskal, hingga Dewan Komisioner LPS memperlihatkan kontinuitas pada isu-isu fundamental ekonomi nasional.

Namun, di tengah kegelisahan publik terhadap polarisasi politik dan dominasi oligarki bisnis dalam pemerintahan, muncul dorongan dari sebagian kalangan untuk mencari figur "penengah rasional" seseorang yang mampu menstabilkan ekonomi tanpa terbebani oleh transaksi politik partisan. Taruhan kepada Purbaya, dalam konteks ini, tampak sebagai langkah mencari jalan tengah antara teknokrasi dan politik realis.
   

Mesin dukungan tiba-tiba muncul


Beberapa indikasi dukungan terhadap Purbaya terlihat dari pola komunikasi yang menguat sejak 2024. Sejumlah lembaga riset kebijakan, think tank ekonomi, hingga media bisnis mulai menyoroti pandangannya tentang stabilitas fiskal, ketahanan keuangan, dan transformasi ekonomi nasional. Meski belum eksplisit, narasi yang dibangun cenderung menggambarkan sosoknya sebagai "ekonom yang berorientasi kebijakan jangka panjang" bukan sekadar pejabat birokratik. 

Di lingkar tertentu, terutama kalangan birokrat dan pengusaha BUMN, Purbaya dilihat sebagai figur yang "aman", tidak berafiliasi dengan satu partai tertentu, namun cukup disegani di level kabinet. Ia dikenal dekat dengan sejumlah pejabat teknokrat di era Presiden Joko Widodo, sekaligus memiliki hubungan kerja yang baik dengan tokoh-tokoh ekonomi di bawah pemerintahan Prabowo Subianto. 

Sumber politik di Senayan bahkan menyebut, sebagian kelompok bisnis dan partai tengah mempertimbangkan Purbaya sebagai "calon teknokrat cadangan" jika skenario politik 2029 menemui jalan buntu. Dalam politik Indonesia yang dinamis, cadangan seperti ini justru sering kali menjadi kuda hitam.
 

Purbaya si Silent Campaign


Tidak seperti politisi yang tampil dengan retorika publik, teknokrat seperti Purbaya lebih sering membangun jejaring melalui diskusi kebijakan, forum ekonomi, dan gagasan strategis. Dalam dua tahun terakhir, ia aktif berbicara tentang ketahanan ekonomi nasional, likuiditas perbankan, dan pentingnya reformasi kebijakan keuangan publik topik-topik yang secara halus menempatkannya dalam posisi policy influencer.

Pola ini mengingatkan pada "silent campaign" para teknokrat di negara lain, seperti Mario Draghi di Italia atau Tharman Shanmugaratnam di Singapura sosok profesional yang akhirnya dipanggil ke panggung politik karena kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap integritasnya. Dalam konteks Indonesia, "silent campaign" Purbaya tampak sebagai upaya membangun positioning politik berbasis rasionalitas ekonomi. Ia tidak menjual janji populis, melainkan kredibilitas stabilitas. Ini menarik bagi kalangan investor dan birokrat, tetapi sekaligus menjadi tantangan di negara yang masih menempatkan karisma politik di atas kapasitas teknis.
 

Siapa, Kepentingan Apa?


Pertanyaan paling mendasar adalah, siapa yang diuntungkan jika Purbaya melangkah ke politik nasional? Pertama, kalangan bisnis dan lembaga keuangan jelas berkepentingan terhadap stabilitas ekonomi jangka panjang. Mereka melihat figur seperti Purbaya sebagai jaminan terhadap kebijakan fiskal yang konsisten dan tidak mudah diguncang oleh tekanan politik.

Kedua, kalangan teknokrat birokrasi yang selama ini bekerja di bawah bayang-bayang politisi, melihat peluang baru untuk tampil lebih strategis melalui kepemimpinan berbasis keahlian. Dukungan terhadap Purbaya bisa dibaca sebagai simbol resistensi terhadap politik transaksional yang semakin menekan ruang profesionalisme birokrasi. Ketiga, aktor politik pragmatis, terutama partai menengah yang belum memiliki figur kuat untuk 2029, bisa menjadikan Purbaya sebagai "kartu alternatif". Dengan latar belakang netral dan jaringan luas di lembaga ekonomi, ia dapat menjadi figur kompromi dalam koalisi besar.

Namun, di sisi lain, muncul risiko klasik, ketika teknokrat masuk ke politik, independensi bisa terkikis. Sejarah menunjukkan, teknokrat yang naik ke puncak kekuasaan sering kali harus bernegosiasi dengan kekuatan politik yang sebenarnya ingin mereka hindari. Taruhan pada Purbaya, dalam hal ini, bisa berubah menjadi taruhan pada sistem politik itu sendiri.
 

Ekonomi, Kredibilitas, dan Politik Stabilitas


Purbaya dikenal luas karena ketegasannya dalam mengelola kebijakan penjaminan simpanan dan mitigasi risiko sektor keuangan. Dalam beberapa pernyataannya di media, ia menekankan pentingnya disiplin fiskal, penataan keuangan publik, dan penguatan institusi ekonomi nasional agar Indonesia tidak mudah terguncang oleh krisis eksternal. Pendekatan ini memberi pesan kuat stabilitas ekonomi tidak bisa lagi bergantung pada popularitas politik semata. Indonesia membutuhkan figur dengan kemampuan teknis dan integritas kebijakan yang tinggi.

Namun di sinilah paradoks muncul. Sistem politik Indonesia masih sangat ditentukan oleh citra, bukan kapasitas. Dukungan yang dibangun melalui kinerja ekonomi dan rasionalitas kebijakan tidak selalu berbanding lurus dengan elektabilitas publik. Dengan kata lain, untuk "menjual" Purbaya ke publik, dibutuhkan narasi yang mampu mengubah citra teknokrat menjadi simbol harapan nasional.


Safriady, pemerhati isu strategis. Foto: dok pribadi.

Peta Kekuatan dan Potensi Koalisi


Kondisi Peta politik saat ini, tidak ada partai yang secara terbuka mengusung Purbaya. Namun, di tingkat informal, beberapa jaringan ekonomi yang berafiliasi dengan partai besar terutama Gerindra, PDIP, dan Golkar mulai melakukan pembacaan terhadap peluang munculnya figur alternatif di luar lingkar kekuasaan saat ini. Di sinilah bakal muncul skenario koalisi "teknokratik-hibrida", yaitu perpaduan antara figur profesional dan kekuatan politik menengah. Model seperti ini pernah terjadi pada masa awal pemerintahan Jokowi 2014, ketika kalangan teknokrat berhasil masuk ke kabinet melalui kompromi politik pragmatis.

Bila momentum ini berlanjut, 2029 bisa menjadi ajang pergeseran paradigma dari politik populis menuju politik rasional berbasis kompetensi. Dan jika Purbaya menjadi simbol dari pergeseran itu, maka taruhan terhadapnya bukan sekadar pada satu individu melainkan pada arah baru politik Indonesia.
 

Politik, Risiko, dan Kredibilitas


Namun, setiap taruhan selalu memiliki risiko. Purbaya tidak memiliki basis massa politik yang besar, tidak punya mesin partai, dan tidak dikenal luas oleh publik akar rumput. Di sisi lain, reputasinya sebagai ekonom berintegritas membuatnya sulit diposisikan sebagai politisi transaksional. Euforia Purbaya dibangun oleh media tidak memiliki pondasi tak berdasar, kapan saja bisa timbul atau tengelam.

Itu berarti, jika ia benar-benar maju, strategi komunikasi publik harus dibangun dari nol, bukan dengan gaya kampanye politik konvensional, tetapi dengan pendekatan kepercayaan dan rasionalitas. Tantangan ini menuntut kerja keras, dana besar, dan keberanian menghadapi struktur politik yang mapan. Taruhan terhadap Purbaya juga berarti menguji sejauh mana masyarakat Indonesia siap menerima model kepemimpinan berbasis profesionalisme, bukan popularitas. Jika gagal, maka ia akan menjadi contoh terbaru betapa sulitnya teknokrat menembus tembok politik yang dikendalikan oligarki dan populisme.

Pergerakan ini bukan tanpa preseden. Sebelumnya, sejumlah ekonom pernah masuk ke gelanggang politik, seperti Sri Mulyani, Chatib Basri, dan Faisal Basri. Namun, tidak ada satu pun yang berhasil menembus puncak piramida kekuasaan nasional. Sebagian besar tetap bertahan di posisi teknokrat, bukan politisi. Purbaya tampak mencoba pola berbeda, ia membangun fondasi politik tanpa meninggalkan akar profesionalnya.

Jika ia mampu mempertahankan kredibilitas di bidang ekonomi sambil membangun jejaring politik bertahap, maka peluangnya tidak bisa diabaikan. Yang menarik, di tengah ketidakpastian global dan kebutuhan akan reformasi ekonomi yang berkelanjutan, munculnya figur seperti Purbaya bisa menjadi sinyal Indonesia mulai mencari keseimbangan baru antara kekuatan pasar, negara, dan politik.
 

Taruhan 2029, Antara Kepentingan dan Harapan


Fenomena "ramai-ramai bertaruh untuk Purbaya" mencerminkan keresahan publik terhadap stagnasi politik yang berulang. Banyak pihak mulai mencari figur alternatif yang bisa menawarkan arah baru: bukan hanya stabilitas ekonomi, tetapi juga rasionalitas kebijakan publik. Namun, dalam politik Indonesia, tidak ada yang sepenuhnya murni. Setiap dukungan mengandung kalkulasi, setiap taruhan punya motif. Pertanyaan yang lebih penting bukan siapa yang bertaruh, tetapi apa yang sebenarnya sedang dipertaruhkan. Apakah ini investasi politik untuk masa depan yang lebih rasional atau sekadar permainan baru dari elite yang sama?
   

Antara Kredibilitas dan Kenyataan


Nama bisa muncul bukan karena ia siap, tetapi karena orang lain menyiapkannya. Purbaya Yudhi Sadewa tampaknya sedang berada di persimpangan itu antara kredibilitas profesional dan kemungkinan panggilan politik. Jika benar ia menjadi bagian dari bursa 2029, maka publik akan dihadapkan pada pertanyaan yang lebih besar, apakah bangsa ini siap dipimpin oleh seorang ekonom rasional, atau masih terjebak pada magnet politik populer yang sama?

Purbaya Yudhi Sadewa bukanlah figur yang dibentuk oleh politik kampus atau mesin partai. Ia tumbuh sebagai ekonom, insinyur, dan teknokrat yang kemudian memasuki panggung nasional melalui jalur kebijakan dan keuangan. Media nasional mencatat rekam jejaknya yang teknis, cara kerja yang fokus pada angka dan sistem, serta visi ekonomi yang cukup ambisius.

Taruhan untuk Purbaya sejatinya adalah taruhan untuk Indonesia yang lebih dewasa. Tapi sebagaimana semua taruhan, hasilnya bergantung bukan hanya pada pemain tetapi juga pada seberapa matang meja permainannya. "Dalam politik, bukan siapa yang berbicara paling keras yang menang, tetapi siapa yang disiapkan paling senyap."

*Penulis adalah pemerhati isu strategis

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Ade Hapsari Lestarini)