Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Achmad Zulfikar Fazli • 6 November 2025 13:56
Jakarta: Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyebut revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (PSdK) membawa pergeseran paradigma dalam sistem hukum Indonesia. Pembahasan dalam panitia kerja (panja) menekankan pentingnya menempatkan korban sebagai subjek utama dalam proses peradilan.
“Dalam proses peradilan kita selama ini, titik beratnya itu menghukum si pelaku seberat-beratnya, tapi si korban luput untuk dipenuhi hak-haknya. Maka kemudian terjadi pergeseran paradigma, dari hal yang bersifat pelaku menjadi tidak hanya pelaku, tapi juga si korban,” ujar Willy dalam Rapat Panja RUU PSdK, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dilansir pada Kamis, 6 November 2025.
Dia menjelaskan revisi tersebut memperluas cakupan perlindungan saksi dan korban, tidak hanya pada tindak pidana khusus seperti kekerasan seksual, terorisme, atau pencucian uang, tetapi juga pada perkara pidana dan perdata lainnya yang melibatkan ancaman dan intimidasi terhadap korban.
Willy menekankan pentingnya partisipasi publik yang tumbuh dari semangat voluntarisme. Dia menjelaskan penguatan peran sahabat saksi korban merupakan wujud nyata dari ruang bagi masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam upaya tersebut.
“Partisipasi dari masyarakat (bisa dalam bentuk) donasi juga, istilahnya kan victim trust fund atau dana abadi korban. Itu bagaimana kekuatannya untuk meng-cover beberapa hal yang menjadi kebutuhan (korban),” ujar dia.
Baca Juga:
LPSK Terima 11.811 Permohonan Perlindungan hingga Oktober 2025 |