Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Usman Iskandar.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini mengalami pelemahan, setelah berhari-hari terus menguat.
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 6 Mei 2025, rupiah hingga pukul 09.22 WIB berada di level Rp16.485 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 30 poin atau setara 0,18 persen dari Rp16.455 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.474 per USD. Rupiah melemah 45 poin atau setara 0,27 persen dari Rp16.429 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.440 per USD hingga Rp16.500 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis hariannya.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Pertumbuhan ekonomi Indonesia melempem
Ibrahim mengungkapkan, proyeksi pelemahan rupiah hari ini didorong oleh sentimen rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada triwulan I-2025 melambat ke 4,87 persen (yoy) dan terkontraksi 0,89 persen (qtq).
Meski terjadi kontraksi secara kuartalan, BPS akan terus memantau perkembangan ekonomi pada triwulan berikutnya dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk belanja pemerintah, tren konsumsi domestik, serta kondisi eksternal seperti harga komoditas dan stabilitas perdagangan internasional.
"Di tengah capaian pertumbuhan tahunan yang terjaga, sejumlah ekonom menilai pentingnya memperhatikan keberlanjutan konsumsi domestik yang menjadi pilar utama ekonomi nasional. Konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,89 persen memang menjadi penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto," papar Ibrahim.
Namun,
pertumbuhan ini dinilai masih belum cukup kuat untuk mengimbangi tekanan dari kontraksi sektor-sektor lainnya, terutama di tengah tren global yang belum menentu serta dampak kebijakan fiskal yang bersifat musiman.
Lebih jauh, prospek ekonomi pada kuartal berikutnya diperkirakan akan sangat bergantung pada kecepatan pemerintah dalam mencairkan anggaran belanja, stabilitas harga bahan pokok, dan keberlanjutan ekspor di tengah perang dagang global.
"Dukungan moneter seperti penguatan nilai tukar rupiah serta langkah Bank Indonesia dalam menjaga likuiditas pasar akan menjadi penentu dalam menjaga momentum pertumbuhan. Dengan menjaga komunikasi publik yang efektif dan menjaga kepercayaan pelaku usaha, pemerintah dinilai dapat meminimalkan gejolak yang muncul akibat tekanan domestik maupun eksternal," tegas Ibrahim.