Ilustrasi Danantara Indonesia/Dok Danantara
Achmad Zulfikar Fazli • 4 February 2025 12:52
Jakarta: Rancangan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dikritik. Badan itu seharusnya didesain untuk bertindak secara independen, seperti Temasek Holdings di Singapura atau Khazanah Nasional di Malaysia.
“Jika kita melihat draf yang ada, BPI Danantara ini masih sangat kental dengan campur tangan birokrasi. Jalur persetujuan yang panjang, mulai dari direksi, dewan komisaris, Kementerian BUMN, hingga DPR, justru akan menurunkan fleksibilitas badan ini dalam mengeksekusi kebijakan,” ujar Direktur Eksekutif Center of Energy and Resource Indonesia (CERI) Yusri Usman, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.
Dia menambahkan panjangnya jalur birokrasi berpotensi menghambat respons perusahaan terhadap dinamika pasar. Misalnya, ketika ada peluang investasi yang harus segera diambil direksi BUMN, proses persetujuan yang panjang ini bisa membuat perusahaan kehilangan momentum.
“Ini jelas bertentangan dengan semangat efisiensi yang diharapkan dari pembentukan BPI Danantara,” tegas Yusri.
Dalam draf revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN), pengawasan terhadap BPI Danantara akan dilakukan Menteri BUMN dan laporan diberikan kepada Presiden. Selain itu, Menteri BUMN memiliki kewenangan untuk menempatkan perwakilan di badan ini. Yusri menilai kondisi ini memperlihatkan BPI Danantara belum benar-benar independen.
“Kalau masih ada intervensi dari pemerintah, maka ini tidak sesuai dengan konsep superholding, seperti Temasek atau Khazanah. Seharusnya, pengelolaan BUMN terpisah dari pengaruh pemerintah, agar fokus pada bisnis dan memberikan hasil maksimal kepada negara,” kata dia.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Dinilai Harus Tegas terhadap Penghambat Pembentukan Danantara |