Dorong Kesejahteraan Hewan, Ahli dari 3 Negara Bahas Transisi Telur Bebas Sangkar

Peluncuran laporan strategis bertajuk Telur Bebas Sangkar: Transisi Global Menuju Model Bisnis yang Lebih Etis dan Resilien

Dorong Kesejahteraan Hewan, Ahli dari 3 Negara Bahas Transisi Telur Bebas Sangkar

Whisnu Mardiansyah • 16 December 2025 21:37

Jakarta: Para pemangku kepentingan dari sektor pemerintahan, bisnis, akademisi, dan organisasi nirlaba terkumpul di Jakarta untuk membahas strategi peningkatan kesejahteraan hewan serta percepatan transisi menuju produksi telur bebas sangkar di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Pertemuan yang berlangsung pada Minggu, 21 Desember 2025, menandai peluncuran laporan strategis bertajuk Telur Bebas Sangkar: Transisi Global Menuju Model Bisnis yang Lebih Etis dan Resilien. Laporan ini dikembangkan oleh Program Kesejahteraan Hewan dan Penelitian Sinergia Animal International guna mengkaji model bisnis berkelanjutan untuk industri pangan.

Kepala Tim Pelaksana Kesejahteraan Hewan Kementerian Pertanian RI Septa Walyani menekankan perlunya pendekatan terpadu terhadap kesejahteraan hewan. Ia menggarisbawahi pentingnya konsep One Health yang memandang kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan sebagai satu kesatuan.

"Konsep 'One Health' menunjukkan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling terkait. Konsep ini harus ditingkatkan bersama untuk membangun sistem pangan yang etis, aman, dan berkelanjutan," jelas Septa Walyani.

Laporan Sinergia Animal mengungkap, ayam petelur yang dipelihara dalam kandang sangkar kehilangan kemampuan untuk mengekspresikan perilaku alaminya. Kondisi ini menyebabkan tingkat stres tinggi dan penderitaan yang berkelanjutan.
 


"Sebagian besar ayam petelur di seluruh dunia, termasuk di negara-negara Selatan Global, dipelihara dalam kandang sangkar. Sistem produksi telur yang intensif ini membuat ayam hidup dalam sangkar sempit," ujar Direktur Program Kesejahteraan dan Penelitian Hewan Fernanda Vieira, Minggu, 21 Desember 2025.

Ia menambahkan, riset ilmiah menunjukkan transisi ke sistem bebas sangkar dapat mencegah lebih dari 7.000 jam penderitaan untuk setiap ayam dibandingkan dengan sistem kandang konvensional.

Acara yang dihadiri 63 peserta dari tiga negara ini melibatkan berbagai elemen, mulai dari akademisi (Fakultas Kedokteran Hewan UGM), perwakilan pemerintah, lembaga nirlaba seperti Animal Friends Jogja dan YLKI, hingga asosiasi profesi dan pelaku usaha.

Luiz Mazzon, Global Program Director dari lembaga sertifikasi internasional Humane Farm Animal Care (HFAC), menjelaskan peran penting sertifikasi dalam mendorong perubahan. Namun, ia menekankan bahwa sertifikasi saja tidak cukup.

"Sertifikasi itu penting, tetapi tidak cukup. Produsen harus berkomitmen pada perbaikan manajemen peternakan yang berkelanjutan dan mendedikasikan waktu untuk mengedukasi konsumen serta pemangku kepentingan lain dalam ekosistem," tegas Luiz Mazzon.


Aksi perlindungan kesejahteraan hewan oleh Act for Farmed Animals. Istimewa

Aisah Nurul Fitri, Pemimpin Proyek White Paper Sinergia Animal, menyatakan pertemuan ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi dan pertukaran ide antarpemangku kepentingan.

"Tujuan kami dengan laporan ini adalah mendorong lebih banyak perusahaan mengadopsi sistem bebas sangkar dan menunjukkan bahwa perubahan ini sangat mungkin diterapkan," jelas Aisah Nurul Fitri.

Direktur Program Advokasi Kesejahteraan Hewan Animal Friends Jogja Elly Mangunsong, optimistis masa depan bebas sangkar dapat terwujud melalui kolaborasi kuat "Cepat atau lambat, penggunaan sangkar pasti akan berakhir. Dengan komitmen dan kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, kita dapat memastikan masa depan yang lebih adil bagi hewan dan lebih aman bagi semua," pungkas Elly Mangunsong.

Pergeseran menuju sistem bebas sangkar dinilai tidak hanya bermanfaat bagi kesejahteraan hewan, tetapi juga bagi kesehatan manusia dan keberlanjutan lingkungan, mendorong transformasi penting dalam sistem produksi pangan di kawasan Asia Tenggara.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Whisnu M)