Aksi perlindungan kesejahteraan hewan oleh Act for Farmed Animals. Istimewa
Whisnu Mardiansyah • 9 October 2025 23:02
Jakarta: Indonesia menempati posisi sebagai produsen telur terbesar kedua di dunia. Negara ini memiliki populasi lebih dari 370 juta ekor ayam petelur yang sebagian besar dipelihara dalam sistem kandang sangkar.
Dalam sistem intensif ini, ayam-ayam petelur tidak dapat mengekspresikan banyak perilaku alaminya. Mereka tidak bisa melebarkan sayap sepenuhnya, mengais tanah, atau bersarang dengan layak.
Akibat pengurungan ekstrem tersebut, ayam mengalami tingkat stres dan frustrasi yang tinggi. Kondisi ini juga membuat mereka lebih rentan terhadap serangan berbagai penyakit.
Sebuah studi dari Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) mengungkap tempat yang mengkhawatirkan. Prevalensi bakteri salmonella ditemukan lebih tinggi di peternakan yang menggunakan sistem sangkar dibandingkan peternakan bebas sangkar.
Dalam sistem kandang sangkar, seekor ayam menghabiskan seluruh hidupnya dalam ruang yang tidak lebih besar dari selembar kertas A4. Kandang sempit ini mencegah mereka melakukan perilaku penting bagi kesejahteraan dirinya.
Aktivitas alami seperti merentangkan sayap bebas, bersarang, mandi debu, dan bertengger menjadi mustahil. Bukti ilmiah menunjukkan kondisi ini memicu tekanan fisik dan psikologis parah. Dampak buruknya meliputi patah tulang, kerontokan bulu, dan stres kronis.
Dua puluh lima aktivis hewan berkumpul membawa spanduk yang menyerukan "Akhiri kandang sangkar sekarang". Dalam kampanye publiknya, Act for Farmed Animals menggelar aksi damai untuk mendesak komitmen pada telur bebas sangkar. Para aktivis mengenakan kostum ayam yang menggambarkan dua realita berbeda.
Kostum tersebut memvisualisasikan kontras antara kehidupan ayam dalam kandang sangkar yang sempit dan ayam yang bebas mengepakkan sayapnya. Aksi ini bertujuan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya kesejahteraan hewan ternak.
"Sebagai perusahaan besar yang sudah memiliki kebijakan ramah lingkungan, seharusnya tidak sulit untuk mempertimbangkan kesejahteraan hewan," ujar Elfha Shavira, pemimpin kampanye Act for Farmed Animals.