Pengadilan. Foto: Ilustrasi Medcom.id
Candra Yuri Nuralam • 12 December 2025 16:21
Jakarta: Jakarta: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah, dengan terdakwa Riva Siahaan dan kawan-kawan. Persidangan menghadirkan enam saksi dari perusahaan pelat merah sektor perminyakan.
Keenam saksi yang dihadirkan, yakni Samuel Hamonangan Lubis, Willy Bahari, Adrian Aditya, Erik Hendriko Suparno, Vincentus Dian Utama, serta Eriza Angelina.
Dalam kesaksiannya, Samuel Hamonangan menyebut anak perusahaan pengelola minyak negara, membukukan keuntungan dari penjualan BBM ke industri lebih dari US$ 1 miliar.
"Sedangkan per Oktober 2025, keuntungan PPN baru sekitar US$ 300 juta. Adapun prognosa keuntungan hingga Desember 2025 hanya sekitar US$ 400 juta," tutur Samuel, dalam kesaksian yang dikutip Jumat, 12 Desember 2025.
Manajemen disebut mengubah cara penjualan BBM ke konsumen industri, sehingga menawarkan harga yang setinggi-tingginya. Karena strategi tersebut, kata Samuel, maka penurunan keuntungan menyentuh hingga 60% dibanding periode kepemimpinan Riva Siahaan dan Maya Kusmaya.
Pengadilan. Foto: Ilustrasi Medcom.id
Musababnya, para konsumen memilih untuk membeli dari pesaing PPN yang menyediakan BBM dengan harga yang lebih murah. Sementara itu, saksi Ardyan Adhitia selaku Manajer B2B Marketing Strategy PPN menyinggung soal penetapan bottom price. Selaku orang yang bertanggu jawab soal itu, menurut Ardyan, bottom price tidak relevan digunakan dalam kontrak jangka panjang.
"Bottom price hanya berlaku untuk penjualan yang bersifat spot order sesuai dengan jangka waktu berlakunya bottom price tersebut, yaitu 2 minggu," ujar Ardyan.
Keterangan Ardyan ini sekaligus membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang pada pokoknya menyatakan kontrak penjualan BBM solar/biosolar yang ditandatangani Riva Siahaan dan Maya Kusmaya dengan harga di bawah bottom price. Faktanya kontrak yang ditandatangani Riva dan Maya adalah kontrak jangka panjang, sehingga bottom price tidak relevan digunakan untuk kontrak tersebut.
Perihal bottom price ini, Direktur Utama PT PPN periode 2021-2023, Alfian Nasution pada suatu persidangan bulan lalu mengatakan, penjualan yang dilakukan Pertamina pada dasarnya tidak ada yang rugi. Pasalnya, penggunaan bottom price itu di dalamnya sudah ada margin.
Baca Juga :Sidang Korupsi Perhutanan, Rp2,5 Miliar untuk Beli Stik Golf dan Mobil