Flu Babi Menyebabkan 5 Anak Meninggal di Riau, Kemenkes Ungkap Persoalan Mendasar

Virus. Foto: Ilustrasi Medcom.id

Flu Babi Menyebabkan 5 Anak Meninggal di Riau, Kemenkes Ungkap Persoalan Mendasar

Ficky Ramadhan • 26 November 2025 11:54

Jakarta: Lonjakan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, mengungkap persoalan mendasar terkait sanitasi lingkungan, kondisi gizi warga, dan akses layanan kesehatan di wilayah pedalaman tersebut.

Hingga 23 November 2025, tercatat 224 warga mengalami gangguan pernapasan. Seluruh pasien kini dilaporkan telah membaik. Namun, terdapat lima kasus kematian pada anak.

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa kelima anak tersebut positif terinfeksi Influenza A/H1pdm09 dan Haemophilus influenzae. Influenza A/H1pdm09, yang dikenal sebagai flu babi, sebelumnya pernah menjadi wabah internasional pada 2009.

Temuan ini diperkuat hasil penyelidikan epidemiologi yang mengungkap minimnya fasilitas kesehatan dan sanitasi dasar di Dusun Datai. Wilayah tersebut tidak memiliki MCK, tempat pembuangan sampah, serta sebagian besar rumah memiliki ventilasi buruk.
 


Aktivitas memasak dengan kayu bakar pun dilakukan di ruangan yang sama dengan tempat tidur, sehingga meningkatkan risiko paparan asap dan mempermudah penularan penyakit, terutama pada anak-anak. Selain itu, banyak warga ditemukan mengalami gizi kurang, dengan cakupan imunisasi dasar yang masih rendah.

Pemeriksaan laboratorium lebih lanjut menunjukkan adanya kombinasi infeksi flu babi, pertusis, adenovirus, dan bocavirus, yang mempertegas analisis bahwa rendahnya kekebalan tubuh dan status gizi menjadi faktor kerentanan utama warga.

Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan, Sumarjaya menegaskan bahwa kondisi lingkungan menjadi faktor penting penyebab penyakit mudah menyebar di wilayah tersebut.

"Kami menemukan rumah padat, ventilasi minim, nyamuk banyak, dan warga hidup dalam paparan asap kayu bakar setiap hari. Situasi seperti ini membuat penyakit pernapasan lebih mudah menular, terutama pada balita," kata Sumarjaya dalam keterangannya, Rabu, 26 November 2025.

Ia menambahkan bahwa krisis ISPA ini bukan semata persoalan medis. Jika kondisi sanitasi, gizi, dan kebiasaan sehari-hari tidak diperbaiki, penularan akan terus berulang.

Sebagai respons cepat, Kementerian Kesehatan bersama pemerintah daerah telah melakukan pengobatan massal, memperkuat intervensi gizi, serta memberikan perhatian khusus kepada balita dan ibu hamil melalui pemberian makanan tambahan (PMT), vitamin, dan pemantauan kesehatan rutin. Edukasi mengenai etika batuk, penggunaan masker, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) juga diperluas kepada warga.

"Tim kesehatan turut mengambil sampel tambahan untuk memastikan tidak ada patogen lain yang beredar, mengingat variasi gejala dan temuan multipatogen sebelumnya," ujarnya.


Ilustrasi virus/Medcom.id

Untuk langkah jangka panjang, pemerintah mulai menyusun upaya perbaikan lingkungan, termasuk pembangunan tempat pembuangan sampah, kerja bakti membersihkan area rawan nyamuk, serta pemisahan area memasak dan area tidur di rumah warga. Media komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) juga disiapkan untuk sekolah-sekolah terpencil sebagai bentuk edukasi berkelanjutan.

Sumarjaya menegaskan bahwa penanganan tidak berhenti pada penyembuhan kasus, tetapi juga mencakup perbaikan lingkungan dan akses kesehatan di Dusun Datai serta tujuh dusun terisolir lainnya.

"Kami ingin memutus siklus kerentanan ini. Intervensi lingkungan dan gizi adalah kunci agar kejadian seperti ini tidak terulang," tuturnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Sholahadhin Azhar)