Jutaan Pekerja Informal Disebut Belum Memiliki Perlindungan Dasar

Presiden DPP Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin. Dok. Istimewa

Jutaan Pekerja Informal Disebut Belum Memiliki Perlindungan Dasar

Achmad Zulfikar Fazli • 6 November 2025 14:53

Jakarta: Presiden DPP Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin menekankan pentingnya negara hadir melalui sistem jaminan sosial yang inklusif. Dia menilai banyak pekerja yang belum tersentuh perlindungan sosial, terutama di sektor informal

Hal ini disampaikan Irham dalam diskusi isu-isu ketenagakerjaan melalui gelaran Afternoon Coffee Club (ACC) bertema “Informality Tinggi, Jaminan Sosial Kita Bisa Apa?” yang digelar di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa, 4 November 2025.

“Forum seperti ini bukan hanya ajang bertukar pandangan, tapi juga sarana untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya jaminan sosial. Harapan kami, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dapat hadir sebagai asuransi sosial bagi seluruh warga negara, tanpa terkecuali,” ujar Irham dalam keterangannya, dilansir pada Kamis, 6 November 2025.

Irham menambahkan masih sekitar 10 persen pekerja informal yang terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan. Artinya, jutaan pekerja belum memiliki perlindungan dasar.

"Kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta ini. Negara, serikat pekerja, dan masyarakat sipil harus bekerja bersama memastikan keadilan sosial benar-benar terwujud,” ujar Irham.

Sementara itu, Deputi Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Hendra Nopriansyah menjelaskan perluasan perlindungan jaminan sosial bagi pekerja bukan penerima upah (BPU) menjadi fokus penting BPJS Ketenagakerjaan. Hingga Oktober 2025, jumlah peserta aktif BPU mencapai 11,5 juta orang dari total 43,5 juta peserta aktif nasional.

“Artinya masih ada jutaan pekerja yang belum terlindungi, padahal mereka adalah kelompok yang paling rentan terhadap risiko sosial ekonomi,” ujar Hendra.
 

Baca Juga: 

Mudah dan Cepat, Begini Cara Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan


Dia menyebut dari total 30,2 juta pekerja rentan, baru sekitar 4,67 juta atau 15,4 persen yang telah menjadi peserta aktif. Sementara itu, lebih dari 25 juta pekerja rentan lainnya, belum memiliki perlindungan jaminan sosial.

Pemerintah, kata Hendra, telah memperkuat langkah melalui berbagai kebijakan seperti Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021, Inpres Nomor 8 Tahun 2025, dan Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 yang mendorong daerah menggunakan APBD maupun APBDes untuk membiayai iuran pekerja rentan.

Hendra menegaskan pentingnya dukungan masyarakat melalui dana sosial keagamaan. “Dengan adanya Fatwa MUI No. 102 Tahun 2025, dana zakat, infak, dan sedekah kini bisa digunakan untuk membayar iuran jaminan sosial bagi pekerja rentan. Ini langkah besar agar tidak ada pekerja Indonesia yang tertinggal dari perlindungan sosial,” tegas Hendra.



Hal senada disampaikan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Panasonic Gobel (FSPPG) yang juga Wakil Ketua Umum Konfederasi Sarbumusi, Djoko Wahyudi, menyoroti masih banyak tantangan yang dihadapi BPJS Ketenagakerjaan dalam memperluas perlindungan bagi pekerja informal. Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Juni 2025, dari 61 juta pekerja informal, baru sekitar 14 persen atau 8,6 juta orang yang menjadi peserta aktif.

Sementara itu, sekitar 30 persen, hanya 9 persen atau sekitar 2,8juta orang yang menjadi peserta aktif. Menurut Djoko, sejumlah kendala utama yang dihadapi antara lain rendahnya literasi jaminan sosial, pendapatan pekerja informal yang tidak tetap, basis data yang belum terintegrasi, serta akses layanan yang masih terbatas di daerah.

“Inilah realitas lapangan yang membuat pekerja informal sulit terjangkau oleh sistem jaminan sosial,” ujar Djoko.

Dia menilai perlu adanya solusi yang adaptif dan terukur. BPJS Ketenagakerjaan, kata dia, harus memperkuat edukasi berbasis komunitas dan tokoh lokal, mengembangkan skema iuran fleksibel seperti harian atau musiman, serta memperluas kolaborasi dengan koperasi, BUMDes, dan CSR perusahaan. 

"Tujuannya jelas, agar perlindungan sosial benar-benar menjangkau seluruh pekerja, tanpa ada yang tertinggal,” tegas Djoko.

Dari sisi pandangan internasional, International Labour Organization (ILO) Jakarta, Chris Panjaitan, memuji konsep ACC yang mampu menghadirkan suasana diskusi yang segar dan terbuka lintas generasi.

“Acara seperti ini keren banget. Selain isinya berbobot, suasananya hidup dan tidak kaku. Ini cara yang efektif untuk membicarakan isu serius seperti jaminan sosial agar lebih mudah diterima publik,” ujar Chris.

Chris juga menegaskan pentingnya inovasi dan adaptasi dalam sistem jaminan sosial nasional. Pekerja informal tidak boleh terus dikesampingkan.

"Mereka harus menjadi bagian dari sistem perlindungan yang utuh dan berkeadilan. Kuncinya ada pada kolaborasi lintas sektor,” ujar dia.

Ketua Pelaksana, Masykur Isnan, menegaskan Afternoon Coffee Club (ACC) by Sarbumusi akan menjadi agenda rutin yang dirancang untuk memperkuat budaya dialog dan mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dalam suasana egaliter.

“Afternoon Coffee Club (ACC) by Sarbumusi hadir sebagai ruang dialog inklusif dan egaliter dengan suasana santai seputar isu ketenagakerjaan terkini, di mana semua bebas berpendapat dan memberikan masukan substantif yang konstruktif,” ungkap dia.

Masykur berharap ACC by sarbumusi ke depan dapat menjadi jembatan ide antara serikat buruh, pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, agar isu-isu ketenagakerjaan dapat dibahas lebih terbuka, humanis, dan berorientasi solusi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)