Paramiliter RSF melancarkan serangan ke Kota El-Fasher, Sudan. Foto: Anadolu
Muhammad Reyhansyah • 7 November 2025 10:05
Khartoum: Pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) diduga membantai lebih dari dua ribu orang di kota el-Fasher, Sudan, bulan lalu. Peristiwa itu terekam dalam video yang menunjukkan para prajurit berseragam RSF bersorak di atas truk sambil melewati barisan jenazah.
“Lihat semua ini, lihat genosida ini,” ujar salah satu dari mereka dalam rekaman tersebut.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada Senin mengumumkan penyelidikan atas kemungkinan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan RSF. El-Fasher merupakan target strategis karena menjadi benteng terakhir militer Sudan di wilayah Darfur setelah koalisi keduanya pecah pada 2023.
Lebih dari 150 ribu orang diperkirakan tewas akibat perang dua tahun antara militer Sudan dan RSF. Kedua pihak sama-sama dituduh melakukan pelanggaran berat, termasuk kejahatan terhadap warga sipil.
Sejak Agustus lalu, RSF memperkuat pengepungan terhadap el-Fasher dengan membangun tanggul pasir besar yang menutup akses keluar masuk kota. Citra satelit menunjukkan kota itu benar-benar terisolasi pada awal Oktober. Bantuan kemanusiaan terhenti, sementara laporan PBB menyebut puluhan warga tewas akibat serangan drone dan artileri terhadap masjid dan kamp pengungsi.
Kesaksian tentang pembantaian
Pada 26 Oktober, RSF berhasil merebut markas utama Divisi Infanteri ke-6 setelah pertempuran sengit di jalanan kota. Rekaman menunjukkan para prajurit tertawa saat memasuki markas yang ditinggalkan pasukan militer. Tak lama kemudian, muncul video yang memperlihatkan kekejaman di berbagai lokasi di el-Fasher.
Salah satu rekaman menunjukkan puluhan jenazah berserakan di lantai gedung universitas. Seorang pria lanjut usia ditembak mati di tempat oleh prajurit bersenjata tanpa perlawanan. Dalam video lain, seorang prajurit berteriak kepada rekannya, “Kenapa yang ini masih hidup? Tembak dia.”
Laporan Laboratorium Penelitian Kemanusiaan Universitas Yale yang dikutip
BBC, Jumat, 7 November 2025, mengonfirmasi temuan citra satelit yang menunjukkan gugus besar menyerupai tubuh manusia di jalan-jalan kota, disertai perubahan warna tanah yang diduga bekas darah.
Saksi mata mengatakan kepada BBC bahwa keluarganya “dibunuh secara massal setelah dikumpulkan di satu tempat”. Kesaksian lain menyebut seorang perempuan ditembak di dada sebelum mayatnya dilempar ke samping.
Beberapa kilometer dari kota, video memperlihatkan puluhan jenazah warga sipil di dalam parit, termasuk perempuan dan anak-anak. Seorang komandan RSF bernama Abu Lulu terlihat dalam dua video sedang mengeksekusi tahanan yang tak bersenjata. “Aku tak akan punya belas kasihan. Tugas kami hanya membunuh,” katanya sebelum menembak korban dari jarak dekat.
Pembenahan citra setelah pembantaian
Setelah laporan kekejaman itu meluas, pemimpin RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo mengakui adanya “pelanggaran” oleh pasukannya dan berjanji melakukan penyelidikan. PBB menyebut RSF telah menahan beberapa orang, termasuk Abu Lulu, setelah BBC mempublikasikan temuannya.
Namun, Laboratorium Yale menemukan citra satelit yang menunjukkan pembersihan lokasi pembantaian. Objek yang menyerupai jenazah dipindahkan dari area utara kota, dan muncul gundukan tanah baru di dekat rumah sakit anak el-Fasher yang diduga sebagai kuburan massal.
RSF kemudian berusaha membangun citra baru dengan mengunggah video bantuan kemanusiaan dan perlakuan baik terhadap tawanan perang di akun resminya. Meski demikian, laporan kekerasan di el-Fasher telah memicu kecaman global.
BBC telah menghubungi RSF untuk menanggapi tuduhan tersebut, namun kelompok itu belum memberikan jawaban.