Pemkot Surabaya Sudah Terapkan WFA ASN Sejak Februari 2025

Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Surabaya saat mengikuti apel. Dokumentasi/ Humas Pemkot Surabaya

Pemkot Surabaya Sudah Terapkan WFA ASN Sejak Februari 2025

Amaluddin • 20 June 2025 07:44

Surabaya: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) resmi mengeluarkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai ASN Secara Fleksibel. Regulasi ini membuka jalan bagi sistem kerja Flexible Working Arrangement (FWA), termasuk opsi Work From Anywhere (WFA), bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di instansi pemerintah.

Sebelum regulasi ini diterbitkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah lebih dulu menerapkan kebijakan tersebut sejak Februari 2025. Ini berdasarkan Surat Edaran Sekretaris Daerah Kota Surabaya Nomor 000.8.3/3415/436.3.2/2025. Kebijakan ini diteken pada 17 Februari 2025 sebagai bagian dari strategi efisiensi anggaran dan peningkatan efektivitas kerja.

“Intinya bukan soal di mana mereka bekerja, tapi bagaimana pekerjaan itu selesai tepat waktu dan terukur,” kata Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, Jumat, 20 Juni 2025.
 

Baca: Kebijakan Baru, ASN Kini Bisa WFA dan Jam Kerja Fleksibel
 
Dalam sistem kerja ini, ASN tetap diwajibkan memenuhi total jam kerja efektif minimal 37,5 jam per minggu, dengan durasi kerja harian minimal 7,5 jam. Meski bekerja dari luar kantor seperti dari rumah atau lokasi lain yang mendukung tugas kedinasan ASN tetap harus menjaga komunikasi aktif dengan atasan dan rekan kerja, serta wajib merespons pesan maupun panggilan secara cepat.

Tak hanya itu, laporan pekerjaan wajib disampaikan secara berkala, sementara kehadiran dan aktivitas kerja dicatat melalui aplikasi digital 'Kantorku'. Aplikasi ini menjadi sarana utama pencatatan aktivitas, mulai dari absen hingga pemantauan target harian ASN.

Menurut Eri, budaya kerja fleksibel ini sudah ia terapkan jauh sebelum istilah WFA populer. Ia bahkan mendorong para camat dan lurah untuk 'berkantor' di Balai RW guna memperkuat layanan publik berbasis kedekatan dengan warga.

"Kenapa saya minta di Balai RW? Pertama, supaya pejabat pemerintah terbiasa turun langsung ke lapangan. Kedua, agar masyarakat tahu bahwa pelayanan bisa dilakukan di mana saja, termasuk Balai RW," jelasnya.

Lebih dari sekadar efisiensi kinerja, pendekatan ini juga berdampak langsung pada penghematan operasional. Penggunaan listrik, alat tulis kantor (ATK), hingga komputer bisa ditekan. Pemkot bahkan mendorong ASN menggunakan perangkat pribadi seperti ponsel pintar atau tablet untuk menyelesaikan tugas kedinasan.

“Kalau zaman sekarang, kepala dinas bisa kerja pakai tablet, camat juga. Aplikasinya kita siapkan. Jadi pekerjaan bisa tetap jalan di mana pun,” ungkapnya.

Ke depan Eri berharap digitalisasi kerja ini bisa menjadi kebiasaan baru yang melekat, dengan sistem yang menampilkan target harian untuk setiap pejabat mulai dari camat, lurah, hingga kepala perangkat daerah.

“Saya ingin ada efisiensi tapi juga akuntabilitas. Targetnya tetap harus dicapai,” ujarnya.

 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Deny Irwanto)