Dewan Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi. (Ebet)
Media Indonesia • 7 April 2025 06:11
EMPAT presiden terakhir mempunyai komitmen yang sama untuk melindungi anak-anak. Komitmen mereka semata-mata diperuntukkan menjalankan perintah konstitusi bahwa anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Bentuk perlindungan anak sejak Presiden Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo, hingga Presiden Prabowo Subianto berbeda-beda sesuai dengan kondisi objektif pada masa mereka memimpin negeri ini.
Megawati membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada masa SBY ditambahkan pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak. Kemudian, era Jokowi menambahkan pidana pokok berupa pidana mati dan pidana seumur hidup, serta pidana tambahan kebiri kimia.
Presiden Prabowo fokus melindungi anak dari kejahatan digital. Kondisi objektif saat ini ialah banyak anak yang menjadi korban kemajuan teknologi digital. Ternyata teknologi digital itu ibarat pisau bermata dua.
Mata pisau yang satu ialah teklogi digital membawa kemajuan yang pesat bagi manusia dan kemanusiaan. Mata pisau yang satu lagi justru merusak dan memorak-porandakan sendi-sendi martabat kemanusiaan, terutama anak-anak.
Daya rusak teknologi digital terkonfirmasi dari hasil survei National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) 2022 yang menempatkan Indonesia di peringkat keempat dunia dan kedua di tingkat ASEAN terkait dengan kasus pornografi daring yang melibatkan anak.
Data Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) menyebutkan dalam empat tahun terakhir, terdapat lebih dari 5,5 juta kasus konten pornografi anak. Tidak hanya itu, 48 persen anak Indonesia mengalami perundungan daring dan 80 ribu anak di bawah 10 tahun terpapar oleh judi daring.
Bahkan, pada periode Januari hingga Juli 2024, sekitar 3.000 anak dirawat di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya karena faktor penggunaan gawai. Mulai ketagihan, perlambatan tumbuh kembang, hingga trauma akibat konten media sosial.
Hasil penelitian Unicef 2023 membuat bulu kuduk berdiri karena 50,3 persen anak telah melihat gambar seksual di media sosial dan sekitar 2 persen anak telah diperlakukan atau diancam untuk melakukan kegiatan seksual. Temuan lainnya ialah 99,4 persen anak menggunakan internet dengan rata-rata 5,4 jam per hari.
Anak-anak itu, menurut penelitian Unicef, pernah melihat gambar-gambar seksual di media sosial, sebagian besar di TikTok, Instagram, dan Facebook. Beberapa anak telah menerima permintaan di media sosial untuk mengirimkan foto atau video ‘bagian tubuh privat’ mereka.
Baca Juga:
Perlindungan Data Anak Bagian Integral dari Kedaulatan Digital Indonesia |