Pramuka Kota Bandung. (Metrotvnews)
Riza Aslam Khaeron • 9 August 2025 17:19
Jakarta: Bulan Agustus 2025 menjadi bulan istimewa bagi bangsa Indonesia karena memuat dua peringatan penting yang sarat makna kebangsaan. Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025 menjadi momentum mengenang perjuangan para pahlawan, sementara Hari Pramuka ke-64 pada 14 Agustus 2025 mengingatkan peran Pramuka dalam membentuk generasi muda berkarakter.
Kedekatan kedua peringatan ini mencerminkan keterkaitan erat antara semangat kemerdekaan dan nilai-nilai kepramukaan yang dirangkum dalam Dasa Darma Pramuka. Lantas apa saja hubungan keduanya?
Berikut penjelasan lebih lanjut
Apa itu Dasa Darma?
Dasa Darma Pramuka adalah kode kehormatan yang berisi sepuluh pedoman moral bagi setiap anggota Gerakan
Pramuka. Istilah ini berasal dari kata dasa yang berarti sepuluh dan darma yang berarti perbuatan baik dan mulia. Dengan demikian, Dasa Darma dapat dimaknai sebagai sepuluh tindakan terpuji yang harus dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh anggota Pramuka.
Dasa Darma telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan
Pramuka dan berlaku untuk berbagai tingkatan usia, mulai dari penggalang (11–15 tahun), penegak (16–20 tahun), hingga pandega. Sejak pertama kali diperkenalkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 238 Tahun 1961—yang juga menjadi salah satu tonggak sejarah lahirnya Hari Pramuka—nilai-nilai Dasa Darma menjadi bagian penting dalam pembinaan anggota.
Hari Pramuka sendiri diperingati setiap 14 Agustus, merujuk pada peresmian Gerakan Pramuka kepada masyarakat luas oleh Presiden Soekarno pada 14 Agustus 1961 di halaman Istana Negara, disertai penyerahan Panji Gerakan Pramuka kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Dasa Darma telah mengalami lima kali perubahan untuk menyesuaikan perkembangan zaman, tanpa menghilangkan nilai inti seperti ketakwaan kepada Tuhan, cinta alam dan sesama, patriotisme, disiplin, tanggung jawab, dan kemurnian pikiran, perkataan, serta perbuatan.
Versi terakhir, yang berlaku sejak 2009 hingga sekarang, menegaskan kembali sepuluh butir Dasa Darma dalam Anggaran Rumah Tangga Gerakan
Pramuka hasil Munaslub 2012. Kesepuluh butir tersebut adalah:
- Takwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
- Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia.
- Patriot yang sopan dan kesatria.
- Patuh dan suka bermusyawarah.
- Rela menolong dan tabah.
- Rajin, terampil dan gembira.
- Hemat, cermat dan bersahaja.
- Disiplin, berani dan setia.
- Bertanggung jawab dan dapat dipercaya.
- Suci dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan.
Pramuka, dan Kemerdekaan
Foto: suatu kelompok kepanduan pribumi. (Arsip Museum Sumpah Pemuda via pramuka.or.id)
Hubungan antara gerakan kepanduan yang menjadi cikal bakal
Pramuka dan kemerdekaan Indonesia tidak hanya bersifat simbolis, tetapi berakar pada sejarah panjang perjuangan kepanduan di tanah air. Hal tersebut tertuang dalam Keppres No. 34 tahun 1999 dalam pendahuluan tentang Pengesahan Anggaran Dasar Pramuka:
"
Bahwa gerakan kepanduan nasional (Pramuka)
yang lahir dan mengakar di bumi nusantara merupakan bagian terpadu dari gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karenanya gerakan kepanduan nasional Indonesia mempunyai andil yang tidak ternilai dalam sejarah perjuangan kemerdekaan itu. Jiwa ksatria yang patriotik telah mengantarkan para pandu ke medan juang bahu-membahu dengan para pemuda untuk mewujudkan adicita rakyat Indonesia dalam menegakkan dan mandegani Negara Kesatuan Republik Indonesia selamalamanya."
Sejarah kepanduan di Indonesia memiliki keterkaitan erat dengan perjuangan kemerdekaan bangsa. Sejak masa kolonial Belanda, organisasi resmi seperti
Netherland Indische Padvinder Vereniging (NIPV) hanya diperuntukkan bagi anak-anak Belanda. Menanggapi hal ini, tokoh-tokoh pergerakan nasional mendirikan kepanduan pribumi seperti JPO, JPP, SIAP, dan Hizbul Wathan (HW) sebagai wadah pembinaan karakter sekaligus tempat menggembleng kader perjuangan.
Pemerintah kolonial kemudian melarang penggunaan istilah Padvinder untuk kepanduan pribumi, sehingga KH. Agus Salim memperkenalkan istilah “Pandu” dan “Kepanduan.” Kesadaran akan pentingnya persatuan melahirkan KBI (Kepanduan Republik Indonesia) pada awal 1930-an, disusul PAPI (1931) dan BPPKI (1938).
Ketiga organisasi ini menjadi jaringan strategis yang menghubungkan para pemuda dari berbagai daerah, memperkuat rasa kebangsaan, dan menyiapkan kader yang siap berjuang demi kemerdekaan.
Pada masa pendudukan Jepang, kegiatan kepanduan dilarang. Namun, semangat patriotisme para pandu tetap hidup melalui keterlibatan mereka di organisasi semi-militer seperti Keibondan, Seinendan, dan PETA. Keterampilan dan kedisiplinan yang diperoleh di kepanduan terbukti berguna ketika mereka bergabung dalam perlawanan bersenjata maupun perjuangan diplomasi pasca-proklamasi.
Setelah Indonesia merdeka, kepanduan menjadi kekuatan penting dalam menjaga persatuan. Pandu Rakyat Indonesia dibentuk pada 28 Desember 1945 sebagai satu-satunya organisasi kepanduan nasional. Melalui kegiatan pelatihan, pengibaran bendera, dan pengabdian di masyarakat, para pandu tidak hanya menjadi simbol pemuda yang terdidik, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam mempertahankan kedaulatan negara di masa-masa awal kemerdekaan.
Peran ini diakui secara resmi dalam Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 yang menetapkan Gerakan
Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan nasional.
Dasa Darma
Pramuka tidak sekadar menjadi pedoman moral, tetapi juga warisan nilai perjuangan yang telah mengakar sejak masa pra-kemerdekaan. Melalui sejarah panjang kepanduan yang berpadu dengan gerakan nasional,
Pramuka menjadi wahana pembinaan generasi penerus bangsa yang siap mempertahankan kemerdekaan dan mengisi pembangunan.
Di tengah peringatan HUT RI ke-80 dan Hari Pramuka ke-64, pengamalan Dasa Darma menjadi pengingat bahwa semangat juang, persatuan, dan pengabdian tetap relevan untuk menjawab tantangan zaman demi kejayaan Indonesia.