Sejarah Koperasi dan Perannya Sejak Masa Kemerdekaan

Seremonial secara daring di Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah istimewa Yogyakarta (DIY) bersamaan peluncuran Koperasi Merah Putih. Dokumentasi/Istimewa

Sejarah Koperasi dan Perannya Sejak Masa Kemerdekaan

Riza Aslam Khaeron • 9 August 2025 16:00

Jakarta: Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, pembahasan mengenai peran koperasi dalam pembangunan bangsa kembali menjadi sorotan. Koperasi, yang berasaskan prinsip kekeluargaan dan gotong royong, telah menjadi salah satu pilar penting dalam perekonomian nasional sejak awal kemerdekaan.

Sebagai wadah usaha bersama, koperasi memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan memperkuat kemandirian ekonomi rakyat.

Sejak awal berdirinya, koperasi telah hadir di berbagai lapisan masyarakat dan beradaptasi mengikuti perkembangan zaman. Perannya tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga mencakup pemberdayaan sosial dan kontribusi terhadap sistem demokrasi ekonomi di Indonesia. Berikut sejarah dan peran koperasi.
 

Sejarah Koperasi Sebelum Masa Kemerdekaan


Ilustrasi Raden Ngabei Aira Wiriatmadja. (Istimewa)

Melansir laman Koperasi Guru Berkarya Sejahtera (KOGAS JAYA), gerakan koperasi di Indonesia bermula pada masa penjajahan. Pada 1895, Raden Ngabei Aria Wiriatmadja, Patih Purwokerto di Banyumas, mendirikan De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau Bank Simpan Pinjam para priyayi Purwokerto untuk membantu pegawai negeri pribumi keluar dari jeratan lintah darat.

Lembaga ini menghimpun simpanan dan menyalurkan pinjaman berbunga ringan, berfungsi layaknya koperasi kredit modern, dan menjadi contoh awal praktik simpan pinjam rakyat.

Memasuki abad ke-20, gagasan lembaga tersebut semakin digerakkan oleh organisasi nasional. Budi Utomo pada 1908 memajukan koperasi konsumsi, disusul Serikat Islam pada 1913 yang mendirikan Toko Koperasi. Gerakan ini berlanjut lewat Indonesische Studie Club di Surabaya pada 1927 yang kemudian menjadi PBI, dan PNI turut menggaungkan koperasi dalam kongres 1932 di Jakarta.

Perkembangan tersebut terbentur Besluit No. 431/1915 dari pemerintah kolonial Belanda yang menetapkan syarat berat untuk mendirikan koperasi. Syarat itu antara lain wajib mendapatkan izin Gubernur Jenderal, membuat akta notaris berbahasa Belanda, membayar bea materai 50 gulden, mengatur hak tanah sesuai hukum Eropa, serta mengumumkannya di Javasche Courant.

Meskipun terdapat beberapa upaya untuk menentang aturan yang memberatkan pribumi tersebut, namun upaya-upaya tersebut berakhir nihil.

Keadaan semakin memburuk saat pendudukan Jepang (1942–1945). Jepang membubarkan struktur Jawatan Koperasi peninggalan Belanda dan menggantinya dengan kumiai, koperasi ala Jepang yang diawasi ketat. Awalnya bertugas mendistribusikan kebutuhan rakyat, kumiai justru digunakan untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang bagi kepentingan perang Jepang
.

Masa Orde Lama


Foto Kongres Koperasi Nasional Pertama. (Istimwa)

Memasuki masa kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, koperasi di Indonesia memperoleh momentum baru setelah masa kolonial dan pendudukan Jepang yang menekan. Pemerintah yang baru berdiri menempatkan koperasi sebagai sarana strategis memulihkan perekonomian rakyat yang porak-poranda akibat perang.

Pada awal kemerdekaan, koperasi memegang peran penting dalam menyalurkan kebutuhan pokok seperti beras, gula, kain, dan garam melalui Jawatan Koperasi yang telah dipulihkan yang saat itu berada di bawah otoritas Kementerian Kemakmuran.

Tahun 1946 menjadi salah satu tonggak penting, di mana hasil pendaftaran sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi menunjukkan telah berdiri sekitar 2.500 koperasi di seluruh Indonesia.  Salah satu peristiwa bersejarah dalam perkembangan koperasi pasca-kemerdekaan adalah Kongres Gerakan Koperasi Pertama yang digelar pada 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kongres tersebut membahas perkembangan koperasi, tantangan yang dihadapi, dan strategi memperkuat gerakan koperasi nasional. Hasilnya, lahirlah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) sebagai wadah koordinasi koperasi di seluruh Indonesia.

Kongres Koperasi Nasional Kedua yang diadakan di Bandung pada 15–17 Juli 1953 menandai babak baru.


Foto: Mohammad Hatta. (Wikimedia Commons)

Dalam forum ini, SOKRI diubah menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI), yang kemudian dikenal sebagai Dekopin. Kongres kedua ini juga mengangkat Mohammad Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia atas dedikasinya memajukan gerakan koperasi dan menegaskan pendidikan koperasi sebagai mata pelajaran di sekolah.

Namun, nemasuki akhir tahun 1950-an, situasi politik dan ekonomi Indonesia mengalami turbulensi yang berimbas pada koperasi. Pada masa tersebut, Koperasi dituding semata-semata menjadi alat kepentingan oknum tertentu, bahkan menjadi alat pemerasan.

Akibatnya menjelang G30S/PKI, kepercayaan masyarakat terhadap koperasi anjlok dan banyak rakyat enggan menjadi anggota koperasi karena trauma terhadap koperasi “boneka” yang disalahgunakan.
 

Masa Orde Baru

Pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto melakukan rehabilitasi menyeluruh terhadap gerakan koperasi yang sempat terpuruk. Langkah pertama adalah pembaruan landasan hukum: Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 peninggalan era Sukarno dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. 

UU 12/1967 ini menata ulang prinsip, struktur, dan pembinaan koperasi sesuai jiwa Pasal 33 UUD 1945. Melalui UU tersebut, koperasi ditegaskan kembali sebagai badan usaha berasaskan kekeluargaan yang menjadi alat demokrasi ekonomi. Pemerintah Orde Baru menunjukkan komitmen kuat menjadikan koperasi sebagai salah satu dari “tiga pelaku ekonomi” nasional di samping BUMN dan swasta.  

Bahkan, koperasi secara retoris disebut sokoguru perekonomian nasional pada era ini, meskipun dalam praktik kontribusinya terhadap PDB masih relatif kecil dibanding sektor lain

Sebagai implementasi nyata, Orde Baru meluncurkan berbagai program untuk mengembangkan koperasi, khususnya di pedesaan. Salah satu kebijakan terpenting adalah pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD). Cikal bakal KUD dimulai awal 1970-an melalui program Badan Usaha Unit Desa (BUUD) dalam rangka mendukung program Revolusi Hijau di sektor pertanian.

KUD didesain menjadi pusat pelayanan ekonomi di desa yang serbaguna: menyediakan sarana produksi bagi petani (pupuk, benih, pestisida), menyalurkan kredit pangan (melalui kerja sama dengan BRI), membantu pemasaran hasil panen, hingga menjual kebutuhan pokok sehari-hari bagi anggota.

Koperasi di sektor lain juga berkembang, misalnya Koperasi Pegawai Negeri (KPN) di instansi pemerintah, koperasi karyawan di perusahaan, koperasi angkatan bersenjata (Primkopad, Primkopal, dll.), serta koperasi mahasiswa di kampus.
 
Baca Juga:
Sejarah dan Desain Bendera Pusaka Merah Putih: Dari Majapahit sampai Proklamasi
 

Peran Koperasi untuk Perekonomian Bangsa

Seiring perkembangan pesat gerakan koperasi setelah masa orde baru, koperasi semakin menjadi bagian penting dalam perekonomian bangsa. Dalam sepuluh tahun terakhir, perannya kian terasa. Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, terdapat 127 ribu unit koperasi aktif dengan jumlah anggota mencapai puluhan juta orang.

Modal koperasi naik dari Rp200,66 triliun pada 2014 menjadi Rp254,17 triliun pada 2023. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mengungkapkan sumbangan terhadap PDB juga bertambah dari 5,7 persen pada 2014 menjadi 6,2 persen pada 2024. Peningkatan ini didorong modernisasi, penguatan sektor riil, dan program korporatisasi petani.

Selain itu, lahir pula inisiatif baru seperti Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes) yang diluncurkan pemerintah pada 2023-2024. Program Kopdes Merah Putih bertujuan mendirikan koperasi di ribuan desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan alat percepatan pengentasan kemiskinan di pedesaan

Koperasi telah menempuh perjalanan panjang dari masa penjajahan hingga era modern, berkembang menjadi pilar penting dalam pemerataan kesejahteraan dan penguatan ekonomi rakyat.

Dengan dukungan kebijakan yang tepat, peningkatan kualitas kelembagaan, dan adaptasi terhadap tantangan zaman, koperasi berpotensi terus menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan serta penjaga semangat gotong royong yang telah menjadi jiwa bangsa sejak kemerdekaan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Sholahadhin Azhar)