Sejarah dan Desain Bendera Pusaka Merah Putih: Dari Majapahit sampai Proklamasi

Duplikat pertama bendera pusaka. (Istimewa)

Sejarah dan Desain Bendera Pusaka Merah Putih: Dari Majapahit sampai Proklamasi

Riza Aslam Khaeron • 8 August 2025 13:55

Jakarta: Menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, perhatian publik kembali tertuju pada simbol persatuan yang paling mudah dikenali: Sang Merah Putih. Dua bidang warna yang sederhana ini memuat jejak panjang peradaban Nusantara, pergulatan diplomasi dan kemerdekaan, hingga peneguhan identitas negara modern.

Merah dan putih tercatat hadir dalam tradisi dan panji kerajaan-kerajaan di kepulauan ini—dari warisan maritim hingga kejayaan Majapahit—sebelum kembali dihidupkan oleh gerakan kebangsaan awal abad ke-20. Babak penentu datang pada pagi hari 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, ketika bendera pusaka hasil jahitan tangan Fatmawati dikibarkan sebagai penanda lahirnya Republik.

Berikut penjelasan sejarah bendera merah putih dan bendera pusaka serta penjahitnya.
 

Sejarah Bendera Merah Putih


Lukisan yang menggambarkan kehidupan Jawa pra-Islam dengan pengibaran panji Merah Putih. (Walter Spies tahun 1931)

Sejarah bendera merah putih Indonesia merekam perjalanan panjang simbol merah–putih jauh sebelum Republik berdiri. Warna ini sudah akrab dalam tradisi dan panji Nusantara, terutama sebagai bagian dari kejayaan Majapahit.

Melansir laman Sekretariat Negara, catatan sejarah mengungkapkan warna merah dan putih terinspirasi dari panji atau pataka bendera Kerajaan Majapahit pada abad ke-13. Dalam Pararaton (kitab raja-raja), bendera merah-putih dianggap sebagai lambang kebesaran kerajaan.

Simbol serupa tampak pada bendera perang Sisingamangaraja IX yang berwarna merah dengan dua pedang kembar Piso Gaja Dompak berwarna putih, dan pada Woromporong—bendera Kerajaan Bone di Sulawesi Selatan—yang melambangkan kekuasaan dan kebesaran kerajaan.

Tidak hanya dimaknai sebagai keberanian dan kesucian, warna merah dan putih juga terkait erat dengan nilai budaya Indonesia. Dalam tradisi Jawa, keduanya dilambangkan sebagai gula merah dan nasi putih, dua bahan pangan pokok masyarakat, sehingga Merah Putih juga mencerminkan keseharian dan jati diri bangsa.

Bendera merah putih lalu kembali bersinar di masa pergerakan. Pada 1922, mahasiswa Indonesia di Leiden yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia—organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda yang berdiri sejak 1908—mengibarkan merah–putih dengan lambang kepala banteng sebagai simbol perlawanan intelektual terhadap kolonialisme.


Gambar: ilustrasi bendera Merah Putih Indische Vereeniging dalam sampul peringatan organisasi tersebut. (Gedenkboek, 1908-1923 via Lawang Sejarah Perpustakaan UGM)

Organisasi ini awalnya bernama Indische Vereeniging dan menjadi wadah diskusi kaum terpelajar Hindia tentang masa depan tanah air.

Perubahan nama menjadi Indonesische Vereeniging pada 1922 menandai pergeseran sikap menjadi lebih politis dan tegas dalam mengusung ide kemerdekaan.

Di bawah tokoh-tokoh seperti Mohammad Hatta, Iwa Kusumasumantri, dan R.M. Sartono, Perhimpunan Indonesia aktif menyebarkan gagasan anti-kolonial melalui majalah Hindia Poetra dan kemudian Indonesia Merdeka, yang memuat kritik tajam terhadap kebijakan Belanda dan menyerukan non-kooperasi.

Enam tahun kemudian, Partai Nasional Indonesia mengibarkan merah–putih versi Indonesische Vereeging di Bandung, dan puncaknya pada 28 Oktober 1928, Bendera Merah Putih polos yang kita kenal dikibarkan dalam Kongres Pemuda II di Batavia—momen Sumpah Pemuda yang mengukuhkan Merah Putih sebagai simbol kebangsaan sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya.

Pada tahun 1939, dalam rapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) memutuskan bahwa bendera Merah Putih tersebut resmi menjadi bendera kebangsaan Indonesia Merdeka.
 
Baca Juga:
7 Negara yang Pertama Kali Akui Kedaulatan Indonesia
 

Kisah Pembuatan Bendera saat Proklamasi


Foto: Fatmawati menjahit Bendera Pusaka. (Buku Soekarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia)

Kisah pembuatan bendera pusaka dimulai pada Oktober 1944, ketika Fatmawati, istri Soekarno saat itu menerima dua potong kain katun merah dan putih dari Pimpinan Barisan Propaganda Jepang, Hitoshi Shimizu, melalui pemuda Chairul Basri. Peristiwa ini terjadi tidak lama setelah Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso pada 7 September 1944 mengumumkan rencana pemberian kemerdekaan bagi Indonesia.

Kain tersebut dijahit menggunakan mesin jahit tangan menjadi bendera berukuran lebar 2/3 dari panjangnya, dengan rasio warna resmi 2:3.

Puncak sejarahnya tiba pada Jumat, 17 Agustus 1945 saat proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ketika merah–putih resmi menjadi bendera negara. Pengibaran perdananya berlangsung sederhana di halaman Pegangsaan Timur 56, Jakarta, sekitar pukul sepuluh pagi, dipimpin Kapten Latief Hendraningrat, diiringi lagu “Indonesia Raya” yang dinyanyikan bersama-sama.

Dalam peristiwa tersebut, sang Pusaka dikibarkan pertama kali oleh Ilyas Karim yang kala itu berusia 17 tahun dan Sudanco Singgih.

"Itu adalah sebuah upacara sederhana. Namun, ketiadaan kemegahan dan kemewahan terbayar dengan harapan kami. Saya berjalan menuju mikrofon yang diambil dari stasiun radio Jepang dan membacakan Proklamasi secara singkat dan padat. Istri saya [Fatmawati] membuat sebuah bendera dari dua potong kain—sepotong kain putih dan sepotong kain merah—yang dijahit menjadi satu dengan tangan. Itulah bendera resmi pertama Republik. Tiangnya hanyalah sebatang bambu yang ditancapkan ke tanah sesaat sebelumnya. Tiang bendera itu sederhana, tidak terlalu tinggi. Tidak ada seorang pun yang menerima perintah untuk mengibarkan Merah-Putih suci kami."

Jelas Soekarno kepada Cindy Adam tahun 1967, melansir Flags of the World (FOTW).

Sejak saat itu hingga 17 Agustus 1968, bendera pusaka dikibarkan setiap peringatan kemerdekaan di depan Istana Merdeka.

Foto: Bendera asli jahitan Fatmawati. (Kemdikbud.go.id)

Karena kerapuhan kain, sejak 1969 bendera pusaka digantikan oleh duplikat. Duplikasi pertama dibuat atas permintaan Husein Mutahar, mantan ajudan Soekarno, dengan syarat terbuat dari benang sutra asli, pewarna dan alat tenun tradisional.

Namun, kesulitan mencocokkan warna merah asli membuat kain wol Inggris digunakan. Duplikat pertama berkibar hingga 1984, kemudian digantikan duplikat kedua pada 1985 yang digunakan sampai 2014. Duplikat ketiga mulai digunakan pada 17 Agustus 2015.

Upaya pelestarian berlanjut pada tahun 2004, muncul wacana rencana pemindahan bendera pusaka dari Istana Merdeka ke Monumen Nasional (Monas) untuk disimpan di Ruang Kemerdekaan, realisasi dilakukan pada Agustus 2017. Kini, Bendera Pusaka dibentangkan di vitrin kaca antipeluru setebal 12 sentimeter, dilengkapi pengatur suhu, kelembapan, dan dijaga 24 jam oleh TNI dan Polri.

Bendera pusaka adalah saksi bisu perjalanan panjang bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Dari warisan kejayaan kerajaan Nusantara, pergerakan nasional, hingga dikibarkan pada detik proklamasi, Sang Merah Putih telah menjadi simbol persatuan, kedaulatan, dan harga diri bangsa.

Pelestarian dan penghormatan terhadapnya bukan sekadar kewajiban seremonial, melainkan wujud komitmen menjaga warisan luhur yang mempersatukan rakyat Indonesia dari masa ke masa.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)