Gedung Bea dan Cukai. Foto: dok Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu.
Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menunjuk Letjen Djaka Budi Utama sebagai Dirjen Bea Cukai menggantikan Askolani. Sebagai Dirjen Bea Cukai yang baru, Djaka akan mendapat tugas dan pekerjaan rumah (PR) dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor bea dan cukai. Salah satunya melindungi industri hasil tembakau demi menjaga kedaulatan nasional.
"Kami mengucapkan selamat atas amanah yang diberikan kepada Letjen Djaka Budi Utama untuk menakhodai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) agar makin kuat penerimaan negara khususnya sektor kepabeanan dan cukai," kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Madura (Gapura) Abdul Razak dalam keterangan resmi, Rabu, 21 Mei 2025.
Menurut Abdul Razak, sosok Letjen Djaka Budi Utama diyakini dapat melaksanakan tugas dengan penuh dedikasi dan integritas. Pasalnya, penunjukan ini datang pada saat yang tepat, di tengah tantangan global dan domestik yang membutuhkan kebijakan dan tindakan yang tegas serta inovatif dalam menjaga penerimaan negara.
Abdul Razak mengatakan, sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara, sektor cukai memiliki peran yang sangat vital dalam pembiayaan pembangunan nasional dengan kontribusi 10 persen total APBN.
"Dengan latar belakang pengalaman luas di bidang pengelolaan dan penegakan hukum, Letjen Djaka Budi Utama diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengawasan, mempersempit celah peredaran barang ilegal, serta memperkuat basis penerimaan dari sektor cukai," kata dia.
Komitmen melawan peredaran rokok ilegal
Abdul Razak menegaskan, industri hasil tembakau (IHT) sebagai sektor strategis nasional tidak hanya berkontribusi terhadap penerimaan negara melalui cukai dan pajak, namun juga menyediakan lapangan pekerjaan (padat karya) bagi jutaan rakyat Indonesia, termasuk petani tembakau dan cengkeh, pekerja pabrik, dan pelaku usaha kecil menengah (UMKM).
"Letjen Djaka Budi Utama diharapkan mampu menyeimbangkan kebijakan fiskal dengan kepentingan sosial, terutama dalam menjaga keberlanjutan industri hasil tembakau nasional," ujar dia.
Selain itu, pihaknya juga menaruh komitmen untuk melawan peredaran
rokok ilegal khususnya rokok polos (noncukai) yang merugikan industri hasil tembakau yang sedang berkembang dan merugikan penerimaan negara.
Hal itu merujuk data Kementerian Keuangan yang menyebutkan, dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang 2024 ditemukan rokok polos (tanpa pita cukai) menempati posisi teratas sebesar 95,44 persen, disusul palsu sebesar 1,95 persen, salah peruntukan (saltuk) 1,13 persen, bekas 0,51 persen, dan salah personalisasi (salson) 0,37 persen.
"Bea Cukai harus extra ordinary memberantas peredaran rokok ilegal (polos) melalui kolaborasi dengan aparat penegak hukum, pelaku usaha IHT dan masyarakat demi menciptakan lingkungan yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan," terang dia.
(Rokok ilegal yang disita Bea Cukai. Foto: Medcom.id/Andi Aan Pranata)
Kaji ulang kebijakan cukai rokok eksesif
Dikatakan Abdul Razak, dalam situasi ekonomi yang tidak sedang baik-baik saja, Gapura berharap Letjen Djaka Budi Utama mengkaji ulang kebijakan cukai rokok yang eksesif dalam empat tahun terakhir. Sebab, instrumen cukai sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya industri kretek nasional yang berefek domino terhadap petani tembakau, cengkeh dan tenaga kerja.
"Tujuannya agar industri hasil tembakau bisa pulih dari kondisi ekonomi global dan domestik yang belum stabil, sehingga pabrikan rokok bisa menjaga cash flow-nya," pinta Abdul Razak.
Pada titik inilah, Gapura mendorong pemerintah adanya perbaikan atas kepastian berusaha, iklim usaha yang adil, inklusif dan kondusif di sepanjang rantai pasok industri hasil tembakau yang berkeadilan, komprehensif dan mempertahankan kedaulatan ekonomi nasional. Hal itu sejalan dengan cita-cita bangsa Indonesia.
"Melindungi industri hasil tembakau bagian dari jihad menjaga dan memperkuat kedaulatan bangsa dan kedaulatan ekonomi dengan semangat membangun ekonomi yang berkeadilan dan inklusif sebagaimana mandat sila ke-5 Pancasila," tutur dia.