Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Husen Miftahudin • 6 March 2024 21:40
Parigi Moutong: Mewaspadai rekam jejak digital kini semakin pantang ditawar. Sering dengan dalih kebebasan berekspresi, warganet melakukan tindakan tercela yang merugikan dirinya di kemudian hari.
Seorang siswa di Jakarta misalnya, tak mengira batal menerima beasiswa dari universitas ternama di Eropa karena buruknya jejak digitalnya di masa lalu.
"Semua aspek sebenarnya memungkinkan anak itu untuk kuliah di Eropa. Namun, ketika pihak universitas mengecek jejak digital si calon penerima beasiswa, ternyata kontennya banyak mengulang aksi menyiksa binatang. Maka, batal lah peluang kuliah di kampus prestisius itu, karena menyiksa binatang merupakan hal tabu di Eropa," kata Wakil Ketua Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Indonesia Eko Prasetya, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 6 Maret 2024.
Eko menyampaikan hal itu saat tampil sebagai narasumber dalam webinar literasi digital untuk segmen pendidikan di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Webinar yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah itu mengupas topik 'Bebas Namun Terbatas: Berekspresi di Media Sosial'.
Eko melanjutkan, selain menjaga jejak digital dengan konten positif dan berbudaya, yang mesti dihindari di media sosial adalah jangan sampai menjadi korban bullying yang membuat siswa takut dan mengurung diri.
"Bullying jamak terjadi, karena tidak membiasakan diri untuk kritis sebelum sharing sesuatu," ungkap Eko.
Baca juga: WTO: Keputusan Bea Masuk Transmisi Digital ditunda Hingga 2026