Semua Pihak Diminta Duduk Bersama Lindungi Pekerja dan Petani Tembakau

Ketua Komisi XIII Willy Aditya. Foto: Istimewa.

Semua Pihak Diminta Duduk Bersama Lindungi Pekerja dan Petani Tembakau

Anggi Tondi Martaon • 12 November 2024 23:21

Jakarta: Penyusunan aturan harus mengedepankan kepentingan seluruh pihak. Sehingga, aturan yang dibuat tidak hanya mengedepan ego satu sektoral.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya dalam Diskusi Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau. Menurut dia, penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terkait kemasan rokok tanpa identitas atau polos menimbulkan polemik.

“Peraturan yang dibuat bukan hanya mengedepankan satu kepentingan semata karena ada kepentingan yang lebih besar yang harus kita lihat. Jika Kemenkes masih keras kepala untuk mendorong Rancangan Permenkes, maka bisa membahayakan kita semua,” kata Willy dalam melalui keterangan tertulis, Selasa, 12 November 2024.

Ketua DPP Partai NasDem itu meminta Kemenkes seharusnya belajar dari kasus industri tekstil. Saat ini, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkatkan angka pengangguran. 

“Kita harus belajar dari Sritex, kan jadi banyak pengangguran. Terus, masa kita mau bikin peraturan yang semena-mena? Ojo lah!” tegas Willy.

Willy menegaskan posisi pihaknya yang mendukung petani tembakau, UMKM, dan pekerja yang terlibat di sektor pertembakauan. Sehingga, ia mengingatkan Kemenkes untuk memprioritaskan kepentingan yang lebih besar untuk dirumuskan bersama-sama dengan pemangku kepentingan terkait. 

“Posisi saya itu i stand with you dengan para pelaku industri tembakau, terutama petani tembakau. Ayo kita semua lanjutkan perjuangan dan duduk bersama untuk merumuskan permasalahan ini,” tegasnya.
 

Baca juga: 

Ancam Nasib Buruh, Kemnaker Ikut Pantau Rancangan Kemasan Rokok Polos


Senada, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI, Indah Anggoro Putri, mengatakan bahwa Rancangan Permenkes dan PP Nomor 28 Tahun 2024 telah mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat, asosiasi, dan serikat pekerja.

Indah menjelaskan bahwa Kemenaker sangat khawatir terhadap kedua regulasi tersebut. Sebab, berpotensi menambah angka PHK di Indonesia dalam jumlah yang signifikan, terlebih industri tembakau merupakan sektor padat karya.

“PP 28 Tahun 2024 ini sudah banyak dikomplain oleh masyarakat dan pemangku kepentingan terdampak. Kemenaker juga menaruh perhatian khusus soal ini karena berpotensi menyumbang angka PHK. Terlebih, industri tembakau juga turut menggerakan sektor pendukung lain dengan jumlah tenaga kerja yang cukup banyak, contohnya sektor industri kreatif,” terang Indah.

Indah menyebut sektor industri kreatif yang merupakan sektor pendukung industri tembakau menyerap hingga 725.000 tenaga kerja. Oleh karena itu, jika kebijakan-kebijakan tersebut didorong oleh Kemenkes, maka dikhawatirkan akan ada penambahan 725.000 tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan. 

“Amit-amit semoga ini tidak terjadi,” seru Indah.

Indah menuturkan selain berdampak pada ekonomi, PHK juga akan berdampak pada kehidupan sosial.  Sebab, mayoritas tenaga kerja pada industri tembakau adalah perempuan yang merupakan tulang punggung keluarga. 

“Jika kebijakan ini tidak dikaji secara mendalam, maka dapat membahayakan sektor pekerja kita, yang di antaranya banyak kaum perempuan,” ujar dia.

Menanggapi banyaknya desakan dari berbagai pihak mengenai Rancangan Permenkes, staf ahli Menteri Kesehatan Bidang Hukum, Sundoyo, berkomitmen akan melibatkan semua pihak dalam penyusunan permenkes terkait rokok tanpa identitas. Terutama, kementerian lembaha dan pemangku kepentingan di industri tembakau. 

“Saat penyusunan peraturan pemerintah ini sudah dilakukan serap aspirasi. Masukan saat kami melakukan serap aspirasi itu beragam dan ada yang pertimbangkan,” ujarnya.

Sundoyo menyatakan bahwa Kemenkes melihat ada dua kepentingan yang harus jadi titik temu. Yakni, dari sisi ekonomi dan kesehatan. 

“Dinamika diskusi pasti ada dalam mencari titik temu. Satu hal yang penting adalah bagaimana kebijakan ke depan ini harus dilakukan diskusi bersama agar tidak terjadi tumpang tindih. PP 28/2024 harus jadi win-win antara ekonomi dan kesehatan. Jika teman-teman ingin memberikan masukan terkait regulasi itu bisa melalui situs Kemenkes, yang dipersilakan khusus untuk bisa menyuarakan aspirasinya di situ,” ujar dia.

Merespons pernyataan Sundoyo, Ketua DPC Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bondowoso, Muhammad Yasid, justru menyoroti proses penyusunan PP Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Permenkes. Dia menilai yang dinilai diskriminatif dan tidak transparan. 

“Ratusan masukan telah disampaikan pada situs partisipasi sehat, namun hingga kini tidak ada tindak lanjut dari Kemenkes. Petani juga tidak pernah diundang pada sesi public hearing yang disebutkan Kemenkes tadi telah terlaksana pada September yang lalu," kata Yasid.

Padahal, Yasid mengatakan bahwa perekonomian petani tembakau sangat bergantung dari komoditas tembakau. Sebab, nilai ekonominya yang tinggi. 

"Tanaman komoditas tembakau ini sangat menguntungkan sehingga memang kami sangat bergantung pada tembakau ini. Mau bangun rumah, nunggu hasil tembakau, naik haji nunggu hasil tembakau,” ujar dia Yasid.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)