Indeks Inflasi Jepang Melambat

Jepang. Foto: Unsplash.

Indeks Inflasi Jepang Melambat

Arif Wicaksono • 26 July 2024 14:02

Tokyo: Inflasi inti di ibu kota Jepang meningkat selama tiga bulan berturut-turut pada Juli. Namun demikian, indeks yang mengukur pertumbuhan harga, yang didorong oleh permintaan, melambat. Hal ini memperumit keputusan bank sentral mengenai seberapa cepat menaikkan suku bunga.
 

baca juga:

Aktivitas Pabrik Jepang Terkontraksi


Data tersebut muncul menjelang pertemuan kebijakan dua hari Bank Sentral Jepang yang berakhir Rabu, ketika dewan direksi akan memperdebatkan apakah akan menaikkan suku bunga dan memaparkan rincian tentang rencana bank tersebut untuk mengurangi pembelian obligasi dalam jumlah besar.

Indeks harga konsumen inti (CPI) Tokyo, yang tidak termasuk biaya makanan segar yang fluktuatif, naik 2,2 persen pada Juli dibandingkan tahun sebelumnya, sesuai dengan perkiraan median pasar dan sedikit meningkat dari kenaikan 2,1 persen pada Juni. Peningkatan CPI Tokyo, yang dianggap sebagai indikator utama tren nasional, sebagian besar disebabkan oleh penghapusan subsidi pemerintah untuk membatasi tagihan listrik.

Laju pertumbuhan tahunan melambat

Namun, Inflasi yang diukur dengan indeks yang juga menghilangkan biaya energi, yang diawasi ketat oleh Bank of Japan (BOJ) sebagai indikator tren harga yang lebih luas, melambat menjadi 1,5 persen di Juli dari 1,8 persen di Juni. Hal ini menandai laju pertumbuhan tahunan paling lambat dalam hampir dua tahun terakhir, dan menunjukkan bahwa kenaikan harga tidak terlalu besar karena rendahnya konsumsi.

"Perlambatan tajam dalam inflasi tidak termasuk makanan segar dan energi di Tokyo bulan ini mengurangi kemungkinan Bank of Japan akan menaikkan suku bunga minggu depan, meskipun kami tetap berpegang pada perkiraan kenaikan suku bunga kebijakannya menjadi 0,3 persen," kata Kepala Asia-Pasifik di Capital Economics Marcel Thieliant, dilansir Channel News Asia, Jumat, 26 Juli 2024.

Inflasi jasa melambat menjadi 0,5 persen di Juli dari 0,9 persen di Juni, sehingga menimbulkan keraguan terhadap pandangan bank sentral kenaikan upah akan mendorong lebih banyak perusahaan untuk meneruskan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi melalui kenaikan harga.

"Inflasi mungkin terlihat tinggi di permukaan karena dorongan harga impor dari lemahnya yen. Namun sebenarnya inflasi yang mendasarinya tidak terlalu kuat di Jepang. Tidak ada bukti jelas bahwa inflasi yang didorong oleh biaya digantikan oleh tekanan harga yang didorong oleh permintaan, seperti yang dikemukakan oleh BOJ," kata Ekonom di Nomura Research Institute Takahide Kiuchi.

Akhir era suku bunga negatif

BOJ mengakhiri kebijakan suku bunga negatif selama delapan tahun dan sisa-sisa stimulus moneter radikal lainnya pada Maret, karena menilai pencapaian berkelanjutan dari target inflasi dua persen sudah mulai terlihat.

Bank sentral memperkirakan kenaikan upah akan mendorong harga jasa dan menjaga inflasi tetap berada di kisaran dua persen, sebuah kondisi yang ditetapkan sebagai prasyarat untuk menghapuskan stimulus moneter secara bertahap.

BOJ melihat lebih dekat pada indeks yang tidak termasuk bahan bakar sebagai pengukuran yang lebih baik terhadap tren harga yang mendasarinya. Hal ini karena subsidi bahan bakar pemerintah menyebabkan perubahan yang terjadi sekali saja pada indeks inti,

Gubernur BOJ Kazuo Ueda mengatakan bank sentral akan menaikkan suku bunga dari tingkat yang mendekati nol saat ini jika bank sentral menjadi lebih yakin, inflasi tetap berada di sekitar dua persen di tahun-tahun mendatang, sesuai proyeksinya.

Banyak pelaku pasar memperkirakan BOJ akan menaikkan suku bunga tahun ini, meskipun mereka berbeda pendapat mengenai apakah langkah tersebut akan dilakukan minggu depan atau akhir tahun ini.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)