Sejumlah warga di Kabupaten Maros menunggu bantuan air bersih. Dokumentasi/ Media Indonesia
Maros: Tujuh dari 14 kecamatan di Kabupaten Maros mulai terdampak kekeringan. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Maros, Towadeng, menungkapkan, masyarakat mulai mengalami krisis air bersih dan hanya menunggu kiriman air dari pemerintah untuk kebutuhan sehari-hari.
Dari tujuh kecamatan yang terdampak itu, empat kecamatan di antaranya terdampak paling parah, yaitu Kecamatan Bontoa, Kecamatan Lau, Kecamatan Maros Baru dan Kecamatan Marussu.
"Di keamatan ini paling ekstrem," kata Towadeng di Maros, Kamis, 3 Oktober 2024.
Dia menjelaskan dari empat terparah tersebut, Kecamatan Bonta yang terparah. "Di kecamatan ini, ada sekitar 17.500 jiwa yang terdampak. Kemudian, di Kecamatan Lau ada sekitar 500 jiwa, dan di Kecamatan Maros Baru ada sekitar 4.000 jiwa," jelas Towadeng.
Sebenarnya kekeringan juga berdampak di Kecamatan Tanralili, Simbang dan Tompobulu. Hanya, masyarakat di wilayah tersebut masih dianggap dekat dengan sumber air sehingga masih memungkinkan untuk disuplai.
"Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi di Kecamatan Bontoa terutama di pesisir Kecamatan Lau dan Maros Baru yang ada di pesisir. Di kecamatan ini, akses untuk mendapatkan air bersih memang sangat sulit. Jadi ketika kami tidak menyuplai air bersih ke sana, memang akan sangat terasa bagi masyarakat kita yang ada di pesisir," ungkap Towadeng.
Untuk membantu warga yang terdampak, BPBD Maros menyalurkan air bersih, tapi armada terbatas hanya dua unit yang bisa digunakan mendistribusikan air bersih. Ditambah anggaran juga yang minim.
"Hanya Rp30 juta, sementara wiayah yang harus di jangkau cukup luas. Meski ada anggaran untuk biaya tak terduga (BTT) namun pemanfaatannya harus ada penetapan kondisi darurat barulah bisa dikeluarkan. Sementara untuk penetapan kondisi darurat di Maros belum terpenuhi, sehingga kami belum mengajukan anggaran untuk BTT," ungkap Towadeng.