Ilustrasi. Metrotvnews.com.
Tri Subarkah • 1 March 2025 17:40
Jakarta: Upaya menuntut kompensasi atas kerugian yang dialami masyarakat selaku konsumen dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (persero) dinilai perlu terus didorong. Ini bisa berjalan beriringan dengan penanganan pidana.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur Herdiansyah Hamzah mengatakan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) atau Konvensi PBB tentang Lawan Korupsi telah mengatur soal pembayaran ganti rugi atau kompensasi atas sebuah kasus korupsi.
"Jadi di samping kerugian negaranya, juga harusnya ditempatkan dalam kaca mata kerugian publik secara langsung," kata Herdiansyah kepada Media Indonesia, Sabtu, Maret 2025.
Menurut dia, ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan kompensasi tersebut. Pertama, dihitung bersamaan dengan peristiwa hukum yang saat ini ditangai oleh jajaran Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Adapun kerugian konsumen yang dihitung itu mencakup selisih bayar yang selama ini dikeluarkan masyarakat dalam membeli bensin jenis pertamax (RON 92) yang sudah dilakukan blending atau oplos dengan pertalite (RON 90) atau bahkan premium (RON 88) oleh Pertamina Patra Niaga sebagaimana penjelasan Kejagung.
Baca juga: Korupsi di Pertamina Jadi Alarm Transparansi Pengelolaan Danantara |