KPK Sita 6 Apartemen Dirut Nonaktif Taspen Senilai Rp20 Miliar

Gedung Merah Putih KPK. Foto: Metrotvnews.com/Candra Yuri Nuralam.

KPK Sita 6 Apartemen Dirut Nonaktif Taspen Senilai Rp20 Miliar

Candra Yuri Nuralam • 18 January 2025 11:13

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penyitaan terkait kasus dugaan rasuah berupa investasi fiktif di PT Taspen (Persero). Apartemen milik Direktur Utama (Dirut) nonaktif PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih (ANSK) disita penyidik.

"KPK telah melakukan penyitaan terhadap enam unit apartemen yang berlokasi di Tangerang Selatan, senilai kurang lebih Rp20 miliar," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Sabtu, 18 Januari 2025.

Tessa mengatakan apartemen itu disita penyidik karena diduga terkait kasus korupsi di Taspen. Upaya paksa dilakukan beberapa waktu lalu.

KPK berterima kasih dengan semua orang yang kooperatif membantu penyidik dalam proses penyitaan. Lembaga Antirasuah berharap tidak ada pihak yang melakukan perintangan atau bakal dipidana.

"KPK akan mengambil segala tindakan yang patut dan terukur, sesuai dengan undang-undang, agar pemulihan kerugian negara dapat maksimal," ujar Tessa.
 

Baca juga: Maria Lestari Ogah Beberkan Materi Pemeriksaan terkait Kasus Hasto Kristiyanto

KPK menahan Direktur Utama (Dirut) nonaktif PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih (ANSK) dan eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM) Ekiawan Heri Primaryanto (EHP). Keduanya merupakan tersangka dalam kasus ini.

Dugaan rasuah dalam kasus ini terjadi ketika Taspen menempatkan investasi Rp1 triliun pada reksa dana RD I-Next G2 yang dikelola oleh Insight Investment Management. Namun, keputusan itu malah membuat negara merugi Rp200 miliar.

Uang Rp1 triliun itu disebar ke sejumlah investasi yang dikelola Insight Investment Management. Sebanyak Rp78 miliar dikelola oleh perusahaan itu.

Lalu, sebanyak Rp2,2 miliar diurus oleh PT VSI. Kemudian, Rp102 juta dikelola oleh PT PS, terus, Rp44 juta masuk ke PT SM.

Pengelolaan uang itu diduga bagian dari pelanggaran hukum untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi. Padahal dana itu semestinya tidak boleh dikeluarkan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)