Kisah Ketua Kloter 16 Surabaya Melayani Jemaah Haji di Tengah Tantangan

Ketua Kloter 16 Surabaya, Ahmad Allauddin. Dokumentasi/ PPIH Surabaya

Kisah Ketua Kloter 16 Surabaya Melayani Jemaah Haji di Tengah Tantangan

Amaluddin • 19 June 2025 10:27

Surabaya: Menjadi petugas haji bukan sekadar melaksanakan tugas administratif atau logistik. Di balik seragam dan mandat negara, harus tertanam semangat pengabdian yang tulus untuk melayani para tamu Allah dengan sepenuh hati.

Hal ini dirasakan langsung oleh Ahmad Allauddin, Ketua Kloter SUB 16 Embarkasi Surabaya, yang membagikan kisah perjuangannya selama mendampingi jemaah haji di Tanah Suci tahun ini.

"Ini tidak mudah, ini perjuangan," kata Allauddin, usai mendampingi kepulangan rombongan jemaah haji Kloter 16, Kamis, 19 Juni 2025.
 

Baca: Jemaah Gelombang II dari Makkah Tiba di Madinah
 
Selama berada di Arab Saudi, jemaah Kloter SUB 16 tersebar di 19 hotel yang berada di enam sektor dan empat wilayah berbeda. Kondisi ini menuntut para petugas untuk melakukan visitasi lintas lokasi setiap hari demi memastikan jemaah tetap mendapatkan pendampingan yang layak.

"Saya, pembimbing ibadah, dan dokter kloter setiap hari harus berjalan dari satu hotel ke hotel lainnya. Kadang kami berpindah wilayah, berjalan kaki dari terminal ke terminal," jelasnya.

Tantangan lain muncul dari proses distribusi kartu Nusuk, yang menjadi syarat penting mobilitas jemaah selama berhaji. Distribusi dilakukan secara mendadak dan tanpa koordinasi yang memadai.

"Pihak syarikah membagikan kartu di lobi hotel pada malam hari, tanpa pemberitahuan ke sektor atau petugas kloter. Karena jemaah tersebar, tidak semua bisa langsung menerima. Untungnya, sebagian besar bisa mengakses aplikasi Nusuk sebagai alternatif," ungkapnya.

Minimnya koordinasi membuat pihak sektor harus mengerahkan ketua kloter untuk membantu proses distribusi, meskipun hal ini semestinya bisa dilakukan dengan lebih tertib dan terpusat.

Saat memasuki fase puncak ibadah di Armuzna, pengelompokan jemaah tidak lagi berdasarkan kloter, melainkan dibagi secara acak dalam kelompok (khalifah). Petugas pun harus beradaptasi cepat, membantu jemaah yang sebelumnya belum pernah mereka temui.

Sementara itu dari segi transportasi, dia menyebut ketersediaan bus dari Muzdalifah ke Mina tidak sepenuhnya membantu. Kepadatan lalu lintas membuat sebagian jemaah memilih berjalan kaki.

“Meski menghadapi kemacetan dan kondisi yang tidak mudah, Alhamdulillah seluruh jemaah kami tiba di Mina sebelum pukul 10 pagi," ucapnya.

Isu miring tentang petugas haji yang memanfaatkan tugas untuk berhaji pribadi pun tak luput dari perhatian. Allauddin menanggapi secara terbuka dan tegas.

“Saya hanya melakukan umrah sunah dua kali. Kalau mau lebih, saya bisa saja. Tapi saya memilih fokus melayani. Waktu saya lebih baik digunakan untuk memastikan jemaah dalam keadaan aman dan nyaman," bebernya.

Di tengah segala tantangan, Allauddin mengaku merasakan kebahagiaan tersendiri saat bisa hadir di hotel-hotel yang bahkan tidak memiliki petugas kloter. Baginya, senyum dan rasa aman dari para jemaah menjadi hadiah paling berharga.

“Dukanya, kami harus berpencar dan sering terpisah dari jemaah. Tapi sukanya luar biasa—melihat jemaah tersenyum, merasa dilindungi, walau mereka bukan dari kloter kami,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Humas, Protokol, dan Sistem Informasi Kanwil Kemenag Jawa Timur itu.

Ahmad Allauddin dan seluruh jemaah Kloter SUB 16 telah kembali ke Tanah Air dalam keadaan sehat dan selamat. Kisah pengabdiannya menjadi cerminan ketulusan ribuan petugas haji Indonesia yang bekerja dalam senyap, namun penuh arti.

 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Deny Irwanto)