Direktur Manajemen Risiko PLN, Surono Isnandar dalam Konferensi PLTA Indonesia-Swiss di Jakarta, Selasa, 15 April 2025. (Metrotvnews.com / Muhammad Reyhansyah)
Willy Haryono • 15 April 2025 18:15
Jakarta: Direktur Manajemen Risiko PLN, Surono Isnandar, menyampaikan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) akan menjadi pondasi utama dalam transisi energi Indonesia menuju sistem kelistrikan yang bersih, stabil, dan berkelanjutan.
Pernyataan ini disampaikan dalam sambutan pembukaan Konferensi PLTA Indonesia–Swiss 2025 yang dihadiri oleh delegasi dari Swiss, perwakilan pemerintah, serta para pemangku kepentingan di sektor energi.
Menurut Surono, meski PLN saat ini mengoperasikan lebih dari 75 GW kapasitas pembangkit, kontribusi PLTA masih tergolong rendah, yaitu sekitar 5,8 GW atau 7,6%. Sebaliknya, energi fosil seperti batubara masih mendominasi bauran energi sebesar 66 persen.
Namun, PLN menargetkan perubahan besar melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 dengan menambahkan kapasitas sebesar 71,2 GW, di mana 59 persen berasal dari energi terbarukan. Dari total tersebut, sekitar 11,7 GW atau 28% akan berasal dari PLTA.
"Ini bukan hanya ambisi, tetapi langkah nyata menuju masa depan energi yang lebih bersih dan andal. PLTA adalah bentuk energi yang fleksibel, stabil, dan sangat cocok sebagai base load dalam sistem ketenagalistrikan nasional," ujar Surono.
PLN tengah mengembangkan sejumlah proyek strategis, termasuk PLTA Mentarang Induk di Kalimantan Utara dengan kapasitas 1,3 GW yang dikerjakan bersama Sarawak Energy, serta proyek pumped storage Cisokan di Jawa Barat berkapasitas 1.040 MW, yang akan menjadi sistem penyimpanan tenaga air pertama di Indonesia.
Surono juga menekankan potensi besar PLTA di Kalimantan (13 GW), Sumatera (7 GW), dan Sulawesi (5 GW) yang belum tergarap maksimal.