Perdana Menteri Thailand yang saat ini ditangguhkan, Paetongtarn Shinawatra. Foto: EFE-EPA
Bangkok: Perdana Menteri Thailand yang saat ini ditangguhkan, Paetongtarn Shinawatra, tengah menghadapi penyelidikan oleh Komisi Antikorupsi Nasional (NACC) atas dugaan pelanggaran etika terkait pembicaraan teleponnya dengan mantan pemimpin kuat Kamboja, Hun Sen.
Demikian disampaikan seorang pejabat dan sejumlah laporan media lokal pada Senin, 14 Juli 2025.
Penanganan kasus ini menjadi pukulan terbaru bagi pemerintahan Paetongtarn yang baru berusia 10 bulan. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah menangguhkan sementara tugasnya awal bulan ini terkait isu serupa.
Melansir dari
Channel News Asia, Selasa, 15 Juli 2025, penyelidikan dipicu oleh kebocoran rekaman panggilan telepon pada 15 Juni lalu, di mana Paetongtarn terdengar memberikan pernyataan tunduk kepada Hun Sen dan mengkritik seorang komandan militer Thailand.
Panggilan tersebut memicu kemarahan publik dan memunculkan tuduhan bahwa ia telah merusak integritas serta kedaulatan negara, terutama di tengah meningkatnya
ketegangan wilayah perbatasan dengan Kamboja.
Sejak insiden itu, Paetongtarn menghadapi gelombang unjuk rasa yang menuntut pengunduran dirinya, serta hengkangnya partai koalisi terbesar kedua dari pemerintahannya. Saat ini, pemerintahannya hanya memiliki mayoritas tipis di parlemen.
Seorang pejabat NACC yang menolak disebutkan namanya menyebutkan bahwa lembaga tersebut telah membentuk tim investigasi, namun belum menentukan batas waktu penyelidikan. NACC memiliki kewenangan luas untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan pejabat negara, termasuk pelanggaran etika dan penyalahgunaan kekuasaan.
Beberapa media besar Thailand pada Senin turut melaporkan bahwa penyelidikan telah diputuskan. Namun, Sekretaris Jenderal NACC, Sarote Phuengrampan, mengaku belum mengetahui adanya keputusan resmi dari para komisioner terkait kasus tersebut.
Kasus ini bermula dari aduan 36 anggota Senat, yang juga sebelumnya mengajukan petisi ke Mahkamah Konstitusi dengan tuduhan bahwa Paetongtarn telah melanggar standar etika dan menyalahgunakan kekuasaan. Ia tetap diberhentikan sementara hingga putusan akhir dijatuhkan.
Paetongtarn telah menyampaikan permintaan maaf atas panggilan tersebut, dan mengklaim bahwa tindakannya semata bertujuan untuk meredakan konflik yang sedang memanas dengan Kamboja, yang telah menyebabkan pengerahan pasukan di perbatasan kedua negara.
Kontroversi ini mempertegas jurang politik yang dalam di Thailand antara dinasti politik Shinawatra yang memiliki pengaruh kuat melalui dukungan rakyat dengan kelompok establishment konservatif yang didukung militer. Konflik politik ini telah berlangsung selama dua dekade, memicu dua kudeta militer dan berujung pada pembubaran beberapa pemerintahan melalui mekanisme hukum.
(Muhammad Reyhansyah)