Aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg, berada dalam pesawat saat dideportasi dari Israel, Selasa, 10 Juni 2025. (Israel Foreign Ministry/X)
Willy Haryono • 10 June 2025 17:28
Tel Aviv: Aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg, dideportasi dari Israel pada hari Selasa, 10 Juni 2025, kata Kementerian Luar Negeri di Tel Aviv. Deportasi dilakukan sehari setelah kapal bantuan kemanusiaan tujuan Gaza yang ditumpangi Thunberg disita militer Israel.
Dalam sebuah unggahan di media sosial X dan dikutip France 24, Kemenlu Israel membagikan foto Thunberg di pesawat, mengatakan bahwa dia telah meninggalkan Israel dan menuju ke Prancis, sebelum nantinya melanjutkan perjalanan ke Swedia.
Adalah, sebuah kelompok hak hukum di Israel yang mewakili Thunberg dan aktivis lainnya, mengatakan bahwa Thunberg, dua aktivis lainnya, dan seorang jurnalis telah setuju untuk dideportasi dan meninggalkan Israel. Aktivis lainnya yang menolak deportasi masih ditahan, dan kasus mereka akan disidangkan oleh otoritas Israel.
Thunberg adalah salah satu dari 12 penumpang Madleen, sebuah kapal yang membawa bantuan kemanusiaan untuk warga Gaza.
Angkatan Laut Israel telah menyita kapal Madleen pada Senin dini hari sekitar 200 kilometer di lepas pantai Gaza, menurut Freedom Flotilla Coalition, kelompok yang mengatur perjalanan tersebut. Kapal Madleen, yang ditarik Angkatan Laut Israel, tiba di pelabuhan Ashdod pada Senin malam.
Para aktivis mengatakan bahwa mereka memprotes perang yang sedang berlangsung dan krisis kemanusiaan di Gaza. Sementara Israel mengatakan kapal-kapal tersebut telah melanggar blokade angkatan lautnya terhadap Gaza.
Kemenlu Israel menggambarkan pelayaran Madleen hanya sebagai gimik, dengan mengatakan di media sosial bahwa "kapal pesiar swafoto" milik para 'selebriti’ telah tiba dengan selamat menuju pantai Israel."
Video yang dirilis pada Senin kemarin oleh Freedom Flotilla Coalition menunjukkan para aktivis mengangkat tangan mereka saat pasukan Israel menaiki kapal tersebut, dengan salah satu dari mereka mengatakan tidak ada yang terluka.
Turki mengutuk intersepsi Israel tersebut sebagai "serangan keji,” dan Iran mengecamnya sebagai "bentuk pembajakan" di perairan internasional.
Mei lalu, kapal Freedom Flotilla lainnya, Conscience, mengalami kerusakan di perairan internasional di lepas pantai Malta saat menuju Gaza, dan para aktivis mengatakan mereka menduga adanya serangan pesawat nirawak (drone) Israel.
Serangan komando Israel tahun 2010 terhadap kapal Turki Mavi Marmara, yang merupakan bagian dari upaya serupa untuk menembus blokade laut, menewaskan 10 warga sipil.
Israel mengatakan blokade terhadap Gaza, yang telah berlangsung selama bertahun-tahun sebelum perang Israel-Hamas, diperlukan untuk mencegah militan Palestina mengimpor senjata.
Baca juga: Massa Berunjuk Rasa di Paris, Tuntut Pembebasan 12 Aktivis Freedom Flotilla