Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Foto: Anadolu
Washington: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, meyakini bahwa pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza ke wilayah yang lebih aman akan menjadi solusi yang "lebih megah". Pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, pada Rabu 12 Februari 2025, menyusul pertemuan Trump dengan Raja Yordania, Abdullah II.
“Raja Abdullah lebih memilih agar warga Palestina tetap berada di tempat mereka saat ini, dengan tambahan lahan baru untuk pembangunan yang akan menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Leavitt.
“Namun, presiden merasa akan jauh lebih baik dan lebih megah jika warga Palestina dapat dipindahkan ke wilayah yang lebih aman,” tambahnya, seperti dikutip dari Anadolu Agency, Kamis 13 Februari 2025.
Leavitt tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai lokasi spesifik yang dimaksud sebagai "wilayah lebih aman" bagi warga Palestina.
Rencana perdamaian Trump dan sikap Arab
Menurut Leavitt, Trump tetap berkomitmen penuh untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah dan telah meminta sekutu-sekutu Arab untuk menyusun rencana yang akan dia tinjau.
“Negara-negara mitra Arab kami di kawasan ini telah diminta untuk merancang rencana perdamaian yang akan diajukan kepada presiden, dan proses ini masih berlangsung,” ujar Trump.
“Pemerintahan ini terus bekerja sama dengan mitra-mitra Arab dan berdiri teguh mendukung sekutu kami,
Israel,” imbuh Trump.
Ia juga menambahkan bahwa Trump telah mengajukan "gagasan baru yang berani" untuk menciptakan perdamaian di kawasan tersebut dan tidak akan mundur dari visinya. “Presiden bertekad untuk mewujudkan tujuan ini sebagai bagian dari pencapaian utama pemerintahannya,” tambah Trump.
Setelah bertemu dengan Trump, Raja Abdullah menegaskan kembali sikap tegas Yordania dalam menolak segala bentuk pemindahan paksa warga Palestina, baik dari Gaza maupun Tepi Barat.
“Saya menegaskan kembali posisi tegas Yordania dalam menolak pengusiran warga Palestina,” ujar Raja Abdullah, seraya menekankan bahwa ini adalah “sikap yang juga dipegang oleh seluruh negara Arab.”
Kontroversi di tengah gencatan senjata rawan
Proposal Trump yang mengusulkan pemindahan warga Palestina dari Gaza telah menuai penolakan luas, baik dari warga Palestina sendiri maupun dari negara-negara Arab dan dunia Muslim secara umum.
Usulan ini muncul di tengah gencatan senjata yang masih berlangsung sejak 19 Januari, setelah 15 bulan serangan Israel yang menghancurkan Gaza. Berdasarkan laporan terbaru, lebih dari 48.200 orang tewas akibat agresi tersebut, sementara infrastruktur Gaza hancur lebur.
Sejak 18 tahun terakhir, Israel telah memberlakukan blokade ketat di Gaza, menjadikannya sebagai "penjara terbuka terbesar di dunia". Akibatnya, hampir 2 juta dari 2,3 juta penduduknya telah mengungsi sejak perang pecah pada 7 Oktober 2023, menyusul serangan yang dilakukan
Hamas terhadap Israel.
Di tengah kondisi ini, warga Gaza menghadapi kelangkaan pangan, air, dan obat-obatan akibat pembatasan yang diberlakukan oleh Israel. Dengan usulan relokasi Trump yang dianggap sebagai upaya pengusiran paksa, ketegangan politik di kawasan semakin meningkat.
(Muhammad Reyhansyah)